Karakteristik Lahan Pascatambang Emas - KUMPULAN MATERI DAN TUGAS PERKULIAHAN KEHUTANAN

Latest

Belajar Berkarya Untuk Sesama Sebagai Jalan Memberi Manfaat Bagi Orang Banyak. Blog ini semoga berisi artikel-artikel yang berfaedah buat anda.

Wednesday, February 12, 2020

Karakteristik Lahan Pascatambang Emas

Karakteristik Lahan Pascatambang Emas

Pertambangan emas adalah serangkaian proses pengerukan dan pengambilan biji emas yang terkandung dalam tanah. Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan seperti kerusakan ekosistem hutan, tingginya sedimentasi dan polusi aliran sungai serta kerusakan struktur tanah (Funoh, 2014). Hal tersebut menjadikan lahan pascapenambangan emas sebagian besar tidak produktif, karena didominasi tanah berpasir, miskin hara, kemasaman tanah rata-rata pH 5 dan sebagian lahan mengandung merkuri rata-rata 2,4 hingga 4,17 ppm (Neneng et al. 2012). Selain itu komposisi fisik tanah di areal pascapenambangan emas didominasi rata-rata 97% pasir, 2% debu, dan 1% liat. Kadar Hg tanah rata-rata 2,44 ppm, kandungan bahan organik tanah sangat rendah < 20%. Jumlah vegetasi sangat sedikit, hanya ada beberapa jenis yang dapat tumbuh pascapenambangan emas misalnya jenis Melastoma sp., Cyperus sp., Allium sp., Gleichinia sp., Nephentes sp., dan Lycopodium sp. (Neneng et al. 2012).
Penambangan emas selain meninggalkan tanah bekas galian juga meninggalkan hasil olahan tanah beruapa tilling dengan karakter yang ekstrim (Setyaningsih, 2017). Selain itu, penambangan emas yang dilakukan dengan cara penambangan permukaan menghasilkan deforestasi (58%), hilangnya lahan pertanian (45%) dalam konsesi pertambangan dan terjadinya erosi yang tinggi (Schueler et al. 2011). Perubahan fungsi lahan yang disebabkan oleh aktivitas penambangan emas, menyebabkan menurunnya kemampuan lahan pasca penambangan, baik secara fisik, kimia, dan biologis (Joni dan Tanduh, 2012). Hasil Penelitian di penambangan emas Bojong Pari menunjukkan kandungan unsur hara N, C, P, K dan KTK tergolong sangat rendah serta deposit hara dalam bentuk kekayaan serasah menurun secara drastis (Juhaeti dan Naiola, 1997).
Sifat fisik dan kimia dari tanah pascatambang emas yang merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman berupa rendahnya daya pegang air, porositas tinggi, kesuburan tanah yang rendah seperti tanah masam, kapasitas tukar kation tanah dan kandungan basa-basa (K, Ca, Mg dan Na) yang rendah, Aluminium (Al) yang terlarut pada tanah sangat tinggi dan tingginya kandungan logam berat serta senyawa beracun yang dapat meracuni makhluk hidup (Oktabriana dan Syofiani, 2017). Adapaun faktor pembatas secara biologi berupa rendahnya keberadaan mikroba tanah yang dibutuhkan oleh tanaman (Suharno et al. 2014)
Limbah sisa penambangan (Tailing) emas merupakan segala sesuatu yang tertinggal, tersisa atau berperan sebagai kontaminan dari hasil proses tambang yang sudah diambil bahan-bahan bernilai ekonomi tinggi berupa emasnya dan mempunyai sifat-sifat kimia yang kurang baik apabila dikembalikan ke alam sebagai media tanam (Suwardi dan Suzana K. K., 2008). Tailing emas umumnya mengandung mineral inert dan logam berat seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (pb), Merkuri (Hg) dan Sianida (Cn). Logam-logam yang berada dalam tailing emas sebagian adalah logam berat yang masuk dalam kategori ilmiah B3 yaitu bahan berbahaya dan beracun (Riogilang dan Masloman, 2009). Tailing dari aktivitas penambangan yang mengandung logam berat dapat diatasi dengan fitoremediasi, perbaikan lahan dan penambahan unsur hara seperti pemberian pupuk organik dan anorgani, asam humat dan pengapuran (Mansur, 2010) serta input FMA yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman (Husna, 2010).


Daftar Pustaka
Funoh, K.N. 2014. The impacts of artisanal gold mining on local livelihoods and the environment in the forested areas of Cameroon. Working Paper 150. Bogor, Indonesia: CIFOR.

Husna. 2010. Pertumbuhan Bibit Kayu Kuku [Pericopsis mooniana (Thw.)Thw.] melalui Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Ampas Sagu pada Media Tanah Bekas Tambang Nikel [tesis]. Pascasarjanaa Unhalu. Kendari.

Joni, H. dan Y. Tanduh. 2012. Perbaikann keasaman tanah dan koloni  mikroorganisme akibat bioremediasi dan fitoremediasi pada lahan berpasir pasca penambangan emas. Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya.
Juhaeti, T dan B.P. Naiola. 1997. Pengaruh penambangan emas tradisional terhadap status hara lahan hutan primer Bojong Pari, Sukabumi. Berita Biologi. 4(I):21-25.
Mansur, I. 2010. Teknik silvikultur untuk reklamasi lahan bekas tambang. SEAMEO BIOTROP. Bogor.
Neneng, L., Y Tanduh dan D Saraswati. 2012. Aplikasi metode reklamasi terpadu untuk memperbaiki kondisi fisik, kimiawi, dan biologis, pada lahan pasca penambangan emas di Kalimantan Tengah. Prosiding InSINas. Universitas Palangka Raya.
Oktabriana, G. dan R. Syofiani. 2017. Revegetasi dan reklamasi lahan bekas tambang emas dengan pemberian pupuk organik in situ terhadap sifat dan produktivitas tanah di Kabupaten Sijunjung. Laporan Akhir Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi (Pekerti). Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (Stiper) Sawahlunto Sijunjung. Sijunjung.
Riogilang, H. dan H. Masloman. 2009. Pemanfaatan limbah tambang untuk bahan konstruksi bangunan. Ekoton.  9(1): 69-73.
Schueler, V., Kuemmerle, T. dan Schroder, H. 2011. Impacts of surface gold mining on land use systems in western Ghana. AMBIO 40:528–539. DOI 10.1007/s13280-011-0141-9
Setyaningsih, L. 2017. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Kompos Aktif Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Mindi (Melia Azedarach LINN) Pada Media Tailling Tambang Emas Pongkor [tesis]. pascasarjana IPB. Bogor.
Suharno dan R.P. Sancayaningsih. 2013. Fungi Mikoriza Arbuskula: potensi teknologi mikorizoremediasi logam berat dalam rehabilitasi lahan tambang. Bioteknologi. 10(1):31–42.
Suwardi dan Suzana K. K., 2008. Penggunaan zeolit sebagai bahan reklamasi tailing pada tambang emas. Zeolit Indonesia. 7(1):61-69.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar secara bijak sesuai topik pembahasan