Tugas Individu 2
PENGUKURAN DAN PENGUJIAN
KAYU
“Standar Penetapan Kayu
Kuku (Pericopsis mooniana)”
Oleh:
NAMA : HERMANSYAH
STAMBUK :M1A1
15 046
KELAS : BUDIDAYA HUTAN
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN
ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2018
I.
PENDAHULUAN
Sulawesi memilki banyak jenis kayu
lokal yang saat ini produktivitasnya menurun, karena penggunaannya semakin
meningkat tanpa diiringi upaya reforestasi, sehingga populasinya semakin
berkurang. Jenis kayu lokal tersebut di antaranya adalah kayu kuku (Pericopsis mooniana THW). Kayu
kuku tergolong kayu mewah, karena mempunyai permukaan kayu yang licin dan
mengkilap dengan corak berupa garis-garis dekoratif sehingga kayu ini harganya
cukup mahal di pasaran dunia. Berdasarkan berbagai penelitian dan pengelompokan
kayu di dalam SK Menteri Kehutanan No. 163/Kpts-II/2003, kayu kuku
dikelompokkan ke dalam kayu indah atau kayu mewah setara kayu bongin (Irvingia
malayana Oliv), bungur (Lagerstroemia speciosa), cempaka (Michelia spp),
cendana (Santalum album), dahu (Dracontomelon dao), johar (Cassia siamea),
kupang (Ormosia sp.), lasi (Adinauclea fagifolia Ridsed), mahoni (Swietenia
spp), melur (Dacridium junghuhnii Miq), embacang (Mangifera foetida), mindi
(Melia azdarah), dan nyirih (Xylocarpus granatum Konig) (Akbar dan Rusmana,
2013).
Indonesia telah mengekspor kayu kuku
sejak tahun 1972, dengan harga kayu yang senilai 2 - 3 kali lipat harga kayu
jati. Penggunaan dan permintaan kayu ini semakin meningkat, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, telah terjadi eksploitasi yang tidak terkendali.
Faktor lain yang menyebabkan keberadaan populasi kayu kuku semakin berkurang
adalah perambahan habitat alami dan wilayah penyebarannya. Rain Forest Action
(2004) dalam Akbar dan Rusmana (2013), mengemukakan bahwa kayu kuku digolongkan
sebagai tanaman hutan yang terancam punah (vulnerable tree species). Hal ini
diperkuat oleh BKSDA Sulawesi Tenggara (2012), menyebutkan bahwa potensi kayu
kuku untuk tingkat pohon di kawasan Cagar Alam (CA) Lamedai menunjukkan Indeks
Nilai Penting (INP) adalah 21,02%. Berdasarkan hal ini, pemerintah melalui
Menteri Kehutanan telah mengeluarkan Surat Keputusan No. 209/kpts- II/1994
menetapkan Cagar Alam Lamedai sebagai kawasan untuk melestarikan populasi kayu
kuku. Sebuah pertanyaan “bagaimana menyelamatkan kayu kuku dari ancaman
kepunahan, sekaligus dapat menjamin ketersediaan produksinya untuk memenuhi
kebutuhan dan permintaan pasar”. Solusinya adalah upaya reforestasi dan
pembangunan hutan tanaman yang didukung oleh teknologi silvikultur. Kelestarian
populasi dan produksi jenis kayu kuku dapat ditunjang oleh tersedianya
pengetahuan tentang aspek morfologi, tipe buah dan bijinya. Aspekaspek tersebut
penting diketahui untuk regenerasi kayu kuku, dan sebagai pedoman untuk upaya
konservasi, reforestasi dan pembangunan hutan tanaman.
II. POTENSI DAN
PENYEBARAN KAYU KUKU
Kayu kuku terdiri atas 5
spesies, di antaranya 4 spesies ditemukan di Benua Afrika. Spesies P. mooniana
penyebarannya sangat luas meliputi Sri Lanka, Asia Tenggara (Malaysia,
Indonesia, Filipina), Oceania (Papua New Guinea), Afrika, dan Mikronesia. Di
Indonesia tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Halmahera (Lemmens, et al., 1994; Yuniarti
dan Syamsuwida, 2011). Nama perdagangan
dikenal dengan nama Kayu kuku, Nedun, Nandu wood, African teak, Merbau laut. Taksonomi jenis kayu kuku
termasuk Kelas Magnoliopsida, Famili
Fabaceae/ Legumonoceae, Genus Pericopsis dan Spesies Pericopsis mooniana Thwaites.
Kayu kuku merupakan salah
satu flora pohon komersial yang ada di
hutan tropika Indonesia, khususnya bagian dataran rendah. Tinggi pohon dapat
mencapai 30 - 40 meter, bebas cabang mencapai hampir ¾ bagian dari total pohon.
Departemen Pertanian (1976); Heyne (1987); Lemmens, et al. (1994); Akbar dan
Rusmana (2013), menyebutkan pohon kayu
kuku dapat mencapai tinggi 24 - 40 m dengan diameter batang 35 - 100 cm, tumbuh
alami di hutan pantai, hutan di pinggiran sungai, hutan yang sifatnya hijau
sepanjang tahun (evergreen) atau semi deciduous (semi gugur). Tumbuh pada jenis
tanah regosol yang relatif subur, dengan ketinggian 200 - 350 m dpl., dengan
curah hujan 750 - 2.000 mm atau curah
hujan bulanan < 60 mm. Tumbuh juga pada tanah yang tidak tergenang air,
berlempung, topografi berbukit dengan lereng yang landai pada ketinggian <
30 m dpl.
Menurut Soerianegara dan
Lemmens (1994), salah satu habitat alami
dari jenis pohon kayu kuku adalah di CA Lamedai, Kabupaten Kolaka, Sulawesi
Tenggara. Kondisi habitatnya dataran rendah dengan curah hujan ±1.000 mm pada
iklim C (Schmidt dan Ferguson), tumbuh subur pada tanah podsolik dan alluvial.
Jenis pohon ini juga ditemui di Kalimantan Selatan (khususnya di Kabupaten
Kotabaru, Tanah Bumbu dan Tanah Laut), yang kondisi ekosistemnya bertipe iklim
A dan B dengan curah hujan ±2.000 mm. Tumbuh pada ketinggian 0 - 1.000 m dpl.,
di dekat pantai. Kayu kuku dapat berasosiasi dengan Actinodaphne glomerata
Nees, Calophylum soulatri Burm.f, Dehaasia curtisii dan Metrosideros petiolata
Koor, Agathis sp., dan Lagerstroemia sp.
Berdasarkan analisis
vegetasi kayu kuku yang dilakukan di CA Lamedai, Sulawesi Tenggara oleh Karmila
(2014) bahwa jumlah individu paling banyak ditemukan adalah tingkat semai,
karena jenis ini bersifat toleran sehingga dapat bertahan dan mampu tumbuh di
bawah tegakan pohon, walaupun kurang cahaya matahari. Sedangkan tingkat pohon
dan tiang individunya hampir sama, kemampuan regenerasinya berkurang karena
persaingan cahaya matahari dan hara. Individu
paling rendah pada tingkat sapihan, karena individunya rapat sehingga
terjadi persaingan cahaya matahari dan hara, serta tertutup oleh tumbuhan
menjalar dan tumbuhan yang mati.
Menurut Indryanto (2006)
dalam Karmila (2014) INP adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk
menyatakan tingkat dominansi spesies-spesies dalam komunitas tumbuhan atau
besarnya peranan suatu tumbuhan dalam ekosistem. Berdasarkan hasil perhitungan,
INP pohon 58,98%, tiang 47,03%, sapihan 70,53% dan semai 34,48%. Walaupun pada
tingkat semai terdapat individu paling banyak, tetapi INP lebih rendah karena
tidak mampu bertahan hidup akibat persaingan faktor lingkungan dan jenis lain.
Selanjutnya, hasil analisis menunjukkan bahwa jenis kayu kuku untuk semua
tingkatan memiliki rata-rata pola penyebaran cenderung merata, dengan nilai
standar indeks penyebaran morisita sebesar -0,999. Faktor yang memengaruhi
tumbuhnya kayu kuku secara merata adalah karena persaingan yang kuat untuk
mendapatkan cahaya matahari.
III. TIPE BUAH DAN BIJI KAYU
KUKU
Buah kayu kuku termasuk
kategori buah polong (legum), yang berbentuk buah sejati tunggal, dengan tipe
buah kering (siccus) yang memecah (dehiscens).
Menurut Yuniarti dan Syamsuwida (2011), bahwa pohon kayu kuku berbuah
setiap tahun, dan buah dapat dipanen pada bulan September - Oktober.
Berdasarkan pengamatan lapangan oleh Tim Peneliti BPK Makassar di CA. Lamedai
pada Tahun 2015, pohon kayu kuku berbuah masak periode Juni - September,
sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 1.
Buah pohon kayu kuku
tergolong buah kotak, mempunyai ruang biji atau kotak hingga empat ruang, yang
paling umum, yaitu satu, dua dan tiga ruang biji, setiap ruang kotak hanya
berisi satu biji. Morfologi buah bentuknya membulat pada pangkal dan meruncing pada
ujungnya. Kulit buah terpecah jika
masak, namun tidak terlepas dari tangkai buahnya. Warna buah ketika
masak putih pucat atau kecokelatan. Kulit buah menebal dan keras pada pinggiran
buah. Permukaannya bergelombang kecil, termasuk bentuk buah dehiscens. Kulit
buah keras sehingga sulit dipecahkan, karena kulit buah mempunyai jaringan
gabus yang tebal dalam membungkus biji. Bentuk buah masak serta biji pohon kayu kuku dapat
dilihat pada
Pohon
kayu kuku termasuk angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup), yaitu biji dalam
keadaan terlindungi/tertutup, biji kayu kuku dikategorikan dikotil (biji berkeping dua). Biji dikotil mempunyai
sepasang daun lembaga (cotyledon) yang terbentuk sejak tahapan pembentukan biji. Struktur biji kayu kuku terdiri atas:
a. Kulit
Biji (Spermodermis)
-
Lapisan
kulit luar (Testa): berwarna kuning
hingga cokelat. Kulit luar tipis sekitar
0,1 mm dan keras,
secara visual kulit tidak
mengkilap dan apabila biji diraba terkesan halus dan rata.
-
Lapisan
kulit dalam (Tegmen): lapisan ini sangat tipis berwarna kecokelatan (lebih muda
atau terang) dibandingkan warna lapisan kulit luar.
b.
Tali
Pusar (Funiculus): tali pusar lepas ketika biji sudah masak dan pusar biji (hilus)
ditemukan pada sisi tertentu biji.
c. Inti Biji (Nucleus semminis) terdiri atas lembaga (embryo), akar lembaga (radicula) dan pucuk lembaga (plumula). Pucuk lembaga terbagi yaitu daun lembaga (cotyledon ) dan batang lembaga (caulicus). Daun lembaga mirip kacang tanah, jika dibelah terdapat alur-alur kecil, warnanya hijau hingga kekuningan. Biji tidak mempunyai putih lembaga (albumen). Morfologi biji pohon kayu kuku disajikan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Bagian dalam biji kayu kuku
(Foto BPK Makassar, 2015)
Biji mirip kancing yang
pinggirannya berlekuk. Ukuran biji kategori sedang dengan dimensi ± 0,7 x 1,6 x
0,5 cm. Buah polong seberat satu kilogram dapat menghasilkan 320 gram biji,
atau sebanyak 704 butir biji, sebanyak 15% tidak dapat dipilih untuk benih karena
bijinya kecil dan kisut. Biji kayu kuku yang dapat terseleksi menjadi benih
yaitu ±2.857 butir biji /kg buah.
Biji kayu kuku bersifat
ortodoks yaitu mempunyai kulit biji yang keras, yang dapat menyebabkan biji
sulit berkecambah (mengalami dormansi). Biji yang bersifat ortodoks memerlukan
perlakuan pendahuluaan (skarifikasi) untuk mempercepat perkecambahannya.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk skarifikasi pada benih ortodoks adalah
secara mekanis, kimiawi dan penggunaan sinar radioaktif.
Berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) tahun 2014, tentang penanganan benih untuk kayu kuku, yaitu:
Tabel 1.
Penanganan Benih Kayu Kuku Berdasarkan SNI
indikator kemasakan |
Ekstraksi benih |
Pembersihan, seleksi, dan sortasi benih |
-Pemanjatan -Kulit buah (polong) berwarna
coklat |
Ekstraksi kering : polong
dijemur selama 2 - 3 hari
hingga merekah |
-Benih dipisahkan dari kotoran
dengan ditampi -SGT |
Pengeringan benih |
Pengemasan dan penyimpanan benih |
Perlakuan pendahuluan, |
Benih dikering-anginkan di ruang suhu kamar hingga mencapai KA 6 % - 8% |
- Wadah kedap - Di ruang
refrigerator |
Benih
direndam asam sulfat
0,1 M, selama 20 menit lalu dibilas air |
Utami (1994), menyatakan
bahwa skarifikasi pada biji kayu kuku
dapat dilakukan dengan perendaman air, yang lebih ramah lingkungan dibanding
menggunakan asam sulfat. Skarifikasi benih dengan perendaman air panas (1000C)
selama 20 menit menghasilkan daya kecambah sebesar 84,7% dan waktu berkecambah
hari ke-5. Menurut Syamsuwida et al., (2003) dalam Yuniarti dan Syamsuwida
(2011), benih kayu kuku termasuk benih
berkulit keras dan memiliki impermeabilitas yang tinggi terhadap air dan
pertukaran udara sebagai akibat adanya lapisan lilin yang menyebabkan dormansi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Lemmens et al., (1994) dalam Noorhidayah (2005)
bahwa benih kayu kuku yang langsung dikecambahkan setelah panen adalah 87%, dan
berangsur-angsur menurun viabilitasnya, benih kayu kuku dapat bertahan hingga 6
bulan di ruang penyimpanan. Benih yang bermutu baik memiliki daya kecambah
lebih dari 80 %. Biji dari kayu kuku yang diseleksi untuk benih, berukuran
sedang sampai besar dan warnanya kekuningan sampai kecokelatan. Sutopo (1985),
menyebutkan bahwa faktor yang memengaruhi perkecambahan antara lain ukuran dan
tingkat kemasakan benih yang ditandai dengan perubahan warna.
IV. SIFAT DAN KEGUNAAN KAYU
KUKU
Kayu kuku memiliki berat
jenis 0,87 dan kelas awet II, berat kering kayu ini rata-rata 770 kg/m3
(Lemmens, et al., 1994). Kayu berwarna
cokelat muda atau kemerahan, dengan tekstur agak halus. Arah serat berpadu atau
tidak teratur, kesan raba licin, kekerasan bersifat keras dengan sifat
pengerjaan agak sukar. Kayu gubal berwarna lebih cerah dari kayu terasnya yang
berwarna cokelat kemerahan (Aqsa, 2010).
Kayu kuku dapat digunakan
sebagai perabot rumah, vinir, cocok untuk konstruksi berat misalnya geladak
kapal, jembatan, bantalan kereta api, juga untuk kusen dan bak kendaraan. Selain itu, kayu kuku juga
mempunyai kegunaan estetika dengan warna dekoratif sehingga dapat disamakan
dengan kayu jati (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Rokan Hulu, 2013 dalam
Munandar, 2010). Kayu kuku yang digunakan pada kondisi kering atau tidak
terendam air akan tahan hingga 15 tahun. Jika digunakan di bawah atap, tidak
berhubungan dengan tanah lembab dan tidak kekurangan udara maka keawetannya tak
terbatas, kayu ini jarang diserang rayap dan bubuk kayu kering (Lemmens, et
al., 1994).
1. Sifat Makroskopis
Kayu
Teras dan Kayu Gubal:
Hasil pengamatan terhadap ketiga lempengan kayu Kuku yang diteliti menunjukkan
adanya perbedaan warna yang jelas antara bagian kayu teras dengan kayu gubal.
Bagian kayu teras berwarna coklat-ungu kehitaman dan kayu gubalnya berwarna
coklat muda. Persentase kayu teras rata-rata adalah 30%. Persentase kayu teras
pada kayu Kuku yang berasal dari Hutan Tanaman Industri Sub Unit Hutan tanaman
Semaras PT. Inhutani II Kalimantan Selatan masih terlalu kecil. Kayu masak tebang dan baik untuk furnitur adalah
kayu yang telah memiliki persentase 75~80%. (Pandit 2002). Hasil pengamatan
terhadap kayu teras dan kayu gubal secara terperinci dapat dilihat pada Tabel
1.
Tekstur: Tekstur kayu adalah
kesan permukaan kayu yang ditunjukkan oleh besar-kecilnya diameter sel-sel
penyusunnya (Panshin et al.
1980; Haygreen dan Bowyer 1986). Hasil pengukuran terhadap diameter tangensial
pori adalah 116.7 µm. Menurut klasifikasi Den Berger (1926) dalam Martawijaya et al.
(1981), ukuran pori tersebut termasuk dalam kelas agak kecil dan oleh karena
itu kayu Kuku dapat dinyatakan memiliki tekstur halus, sesuai dengan penelitian
Mandang dan Pandit (1997)
Riap tumbuh: Dari pengamatan pada bidang
melintang kayu Kuku terlihat adanya garis-garis lingkaran tumbuh namun tidak
begitu jelas sehingga dapat dikatakan bahwa riap tumbuh kayu Kuku kurang jelas.
Diameter rata-rata kayu Kuku yang ditanam tahun 1987 (berumur 15 tahun) adalah
12.7 cm dengan persentase kayu teras 30%.
2. Sifat Mikroskopis
Pori: Pori atau pembuluh yang
terlihat pada penampang lintang berbentuk bulat sampai oval. Pola penyebaran
pori merata atau tata baur (diffuse porous)
yaitu pori tersebar merata pada bidang lintang kelihatan seperti lubang-lubang
dengan diameter yang hampir sama. Susunan porinya soliter dan bergabung radial
terdiri 2~3 pori. Hasil pengukuran pori kayu Kuku secara terperinci disajikan
pada Tabel 2. Menurut klasifikasi Den Berger (1926) dalam
Martawijaya et
al.
(1981) kayu Kuku memiliki jumlah pori agak jarang (6~10 per mm²) dan ukuran
pori agak kecil (100~200 µm). Susunan pori soliter dan bergabung karena
memiliki jumlah pori soliter tiga kali jumlah pori bergabung.
3. Parenkim:
Parenkim jari-jari:
Jari-jari kayu Kuku berupa jarijari uniseriet, biseriet, dan multiseriet.
Komposisi jari-jari heteroseluler terdiri dari sebagian besar sel baring tetapi
ada sel tegak yang berbentuk seperti kubus. Hasil pengukuran jari-jari
selengkapnya terdapat pada Tabel 3.
Menurut klasifikasi Den Berger (1926) dalam Martawijaya
et al (1981) maka jari-jari
kayu Kuku termasuk kelas sempit (15~20
µm) sampai agak sempit (30~50 µm), tingginya luar biasa pendek dan
jumlah jarijari termasuk agak jarang (6~7 per mm). Jari-jari pada penampang
tangensial terlihat memiliki susunan yang teratur dan khas yang terlihat
seperti rumah susun. Susunan jari-jari yang khas inilah menyebabkan kayu Kuku
memiliki corak atau figur yang menarik dan menyebabkan kayu Kuku termasuk ke
dalam golongan fancy
wood.
Kesan kerinyut (Ripplemark) yang terdapat pada kayu
Kuku ini merupakan sifat karakteristik dari kayu Kuku (Gambar 1).
Parenkim
aksial:
Dilihat dari penampang lintangnya, kayu Kuku memiliki parenkim bertipe
paratrakea dimana sel-sel parenkim terletak bersinggungan dengan pembuluh.
Parenkim paratrakea yang dimiliki kayu Kuku berbentuk sayap (aliform) sampai confluent. Hasil perhitungan terhadap
proporsi parenkim aksial sebagai sel penyusun kayu adalah 23 %. Bentuk parenkim
sayap pada kayu Kuku dapat dilihat pada Gambar 2.
4. Sel Serabut:
Kayu Kuku termasuk jenis
kayu yang mempunyai panjang sel serabut sedang (900~1600 µm) dengan dinding sel
yang tebal (Tabel 4)
Figure
1. Ripplemark in Pericopsis
mooniana Thw
(Tx40).
Figure
2. Parenchyma distribution of Pericopsis mooniana
Thw. (Tx40).
V. KESIMPULAN
Kayu kuku (Pericopsis
mooniana THW) tergolong kayu mewah, karena sifat dan corak kayunya yang indah,
serta memiliki banyak kegunaan. Saat ini jenis kayu kuku masuk ketegori terancam punah, sehingga perlu upaya konservasi
dan reforestasi untuk menjamin kelestariannya. Regenerasi dan peningkatan
produksi kayu kuku perlu dukungan
pengetahuan tentang potensi dan penyebarannya, sifat kayu dan kegunaannya serta
tipe buah dan bijinya. Tulisan ini diharapkan menjadi bahan informasi dan
pedoman bagi pihak pemerintah, swasta dan masyarakat yang akan meregenerasi
jenis kayu kuku, agar produktivitasnya meningkat, dan dapat menjadi komoditas
ekspor di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A., dan Rusmana.
2013. Membangkitkan Primadona Yang Mulai Langka: Kayu Kuku (Pericopsis mooniana
THW). BEKANTAN Vol. I/No. 1/2013. Hal 4 - 6.
Departemen Pertanian.
1979. Pedoman Teknis Penanaman Kayu Kuku (Pericopsis mooniana THW). Departemen
Pertanian - Direktorat Jenderal Kehutanan. Jakarta.
Aqsa, M. 2010.
Pertahankan Kayu Kuku (Pericopsis mooniana THW) dari Kepunahan. https/mimpi22.wordpress.com/2010/04/22
April 22, 2010 · Filed under KAYU KUKU.
Badan Standarisasi
Nasional 2014. Standar Nasional Indonesia (SNI) Penanganan Benih Generatif Tanaman
Hutan: Tanaman Kehutanan- Bagian 12. Jakarta.
BKSDA. 2012.
Identifikasi Potensi di Cagar Alam
Lamedai. Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Sulawesi Tenggara. Kendari.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan
Berguna Indonesia II; Terjemahan Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Yayasan
Sarana Wana Jaya. Jakarta.
Karmila, Ati. 2014. Studi
Potensi dan Sebaran Kayu Kuku (Pericopsis mooniana THW) di Cagar Alam Lamedai,
Kabupaten Kolaka. Skripsi
Jurusan Kehutanan,
Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Haluoleo. Kendari.
Lemmens, R.H.M.J.,
Soerianegara, I., & Wong, W.C. (Editors). 1994. Plant Resources of
South-East Asia No 5(2). Timber trees: Minor commercial timbers. Backhuys Publishers,
Leiden. Pp 342-345.
Munandar. 2010. Budidaya
Tanaman Kehutanan Jenis Kuku (Pericopsis mooniana Thwaites). Diakses dari
mounandar.blogspot.com/2010/06/budidaya-tanaman-kehutananjenis-kuku.html.
Tanggal Akses 14 Juli 2015.
Noorhidayah, 2005. Studi
kualitas bibit kayu kuku dari tegakan benih teridentifikasi. Wana Benih. Puslitbang Hutan Tanaman. Bogor.
Vol.
6. No. 2. Hal 47 - 57.
Sutopo, L. 1985.
Teknologi Benih. Rajawali Press.
Jakarta.
Utami, D.E. 1994. Efek
Skarifikasi terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Semai Kayu Kuku
(Pericopsis mooniana). Skripsi
Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjajaran. Bandung.
Yuniarti, N., dan
Syamsuwida, D. 2011. Kayu Kuku (Pericopsis mooniana THW). Dalam: Atlas Benih
Tanaman Hutan Indonesia Jilid II. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan
Tanaman Hutan. Bogor. Indonesia.
Publikasi Khusus Vol. 5
No. 1, 2011. Hal 32 - 34.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar secara bijak sesuai topik pembahasan