PENGUKURAN DAN PENGUJIAN KAYU “Standar Penetapan Kayu Kuku (Pericopsis mooniana)” - KUMPULAN MATERI DAN TUGAS PERKULIAHAN KEHUTANAN

Latest

Belajar Berkarya Untuk Sesama Sebagai Jalan Memberi Manfaat Bagi Orang Banyak. Blog ini semoga berisi artikel-artikel yang berfaedah buat anda.

Wednesday, September 9, 2020

PENGUKURAN DAN PENGUJIAN KAYU “Standar Penetapan Kayu Kuku (Pericopsis mooniana)”

 

Tugas Individu 2

 

 

PENGUKURAN DAN PENGUJIAN KAYU

“Standar Penetapan Kayu Kuku (Pericopsis mooniana)

 

 

 

 



 

 

 

 

Oleh:

NAMA                    : HERMANSYAH

STAMBUK             :M1A1 15 046

KELAS                   : BUDIDAYA HUTAN

 

 

 

 

 

 

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

2018


I.      PENDAHULUAN

         Sulawesi memilki banyak jenis kayu lokal yang saat ini produktivitasnya menurun, karena penggunaannya semakin meningkat tanpa diiringi upaya reforestasi, sehingga populasinya semakin berkurang. Jenis kayu lokal tersebut di antaranya adalah  kayu kuku (Pericopsis mooniana THW). Kayu kuku tergolong kayu mewah, karena mempunyai permukaan kayu yang licin dan mengkilap dengan corak berupa garis-garis dekoratif sehingga kayu ini harganya cukup mahal di pasaran dunia. Berdasarkan berbagai penelitian dan pengelompokan kayu di dalam SK Menteri Kehutanan No. 163/Kpts-II/2003, kayu kuku dikelompokkan ke dalam kayu indah atau kayu mewah setara kayu bongin (Irvingia malayana Oliv), bungur (Lagerstroemia speciosa), cempaka (Michelia spp), cendana (Santalum album), dahu (Dracontomelon dao), johar (Cassia siamea), kupang (Ormosia sp.), lasi (Adinauclea fagifolia Ridsed), mahoni (Swietenia spp), melur (Dacridium junghuhnii Miq), embacang (Mangifera foetida), mindi (Melia azdarah), dan nyirih (Xylocarpus granatum Konig) (Akbar dan Rusmana, 2013).

          Indonesia telah mengekspor kayu kuku sejak tahun 1972, dengan harga kayu yang senilai 2 - 3 kali lipat harga kayu jati. Penggunaan dan permintaan kayu ini semakin meningkat, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut, telah terjadi eksploitasi yang tidak terkendali. Faktor lain yang menyebabkan keberadaan populasi kayu kuku semakin berkurang adalah perambahan habitat alami dan wilayah penyebarannya. Rain Forest Action (2004) dalam Akbar dan Rusmana (2013), mengemukakan bahwa kayu kuku digolongkan sebagai tanaman hutan yang terancam punah (vulnerable tree species). Hal ini diperkuat oleh BKSDA Sulawesi Tenggara (2012), menyebutkan bahwa potensi kayu kuku untuk tingkat pohon di kawasan Cagar Alam (CA) Lamedai menunjukkan Indeks Nilai Penting (INP) adalah 21,02%. Berdasarkan hal ini, pemerintah melalui Menteri Kehutanan telah mengeluarkan Surat Keputusan No. 209/kpts- II/1994 menetapkan Cagar Alam Lamedai sebagai kawasan untuk melestarikan populasi kayu kuku. Sebuah pertanyaan “bagaimana menyelamatkan kayu kuku dari ancaman kepunahan, sekaligus dapat menjamin ketersediaan produksinya untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar”. Solusinya adalah upaya reforestasi dan pembangunan hutan tanaman yang didukung oleh teknologi silvikultur. Kelestarian populasi dan produksi jenis kayu kuku dapat ditunjang oleh tersedianya pengetahuan tentang aspek morfologi, tipe buah dan bijinya. Aspekaspek tersebut penting diketahui untuk regenerasi kayu kuku, dan sebagai pedoman untuk upaya konservasi, reforestasi dan pembangunan hutan tanaman.

 

II.       POTENSI DAN PENYEBARAN  KAYU KUKU

Kayu kuku terdiri atas 5 spesies, di antaranya 4 spesies ditemukan di Benua Afrika. Spesies P. mooniana penyebarannya sangat luas meliputi Sri Lanka, Asia Tenggara (Malaysia, Indonesia, Filipina), Oceania (Papua New Guinea), Afrika, dan Mikronesia. Di Indonesia tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan  Halmahera (Lemmens, et al., 1994; Yuniarti dan Syamsuwida,  2011). Nama perdagangan dikenal dengan nama Kayu kuku, Nedun, Nandu wood, African teak,  Merbau laut. Taksonomi jenis kayu kuku termasuk Kelas  Magnoliopsida, Famili Fabaceae/ Legumonoceae, Genus Pericopsis dan Spesies Pericopsis mooniana Thwaites.

Kayu kuku merupakan salah satu flora pohon komersial  yang ada di hutan tropika Indonesia, khususnya bagian dataran rendah. Tinggi pohon dapat mencapai 30 - 40 meter, bebas cabang mencapai hampir ¾ bagian dari total pohon. Departemen Pertanian (1976); Heyne (1987); Lemmens, et al. (1994); Akbar dan Rusmana (2013),  menyebutkan pohon kayu kuku dapat mencapai tinggi 24 - 40 m dengan diameter batang 35 - 100 cm, tumbuh alami di hutan pantai, hutan di pinggiran sungai, hutan yang sifatnya hijau sepanjang tahun (evergreen) atau semi deciduous (semi gugur). Tumbuh pada jenis tanah regosol yang relatif subur, dengan ketinggian 200 - 350 m dpl., dengan curah hujan 750 - 2.000 mm  atau curah hujan bulanan < 60 mm. Tumbuh juga pada tanah yang tidak tergenang air, berlempung, topografi berbukit dengan lereng yang landai pada ketinggian < 30 m dpl.

Menurut Soerianegara dan Lemmens  (1994), salah satu habitat alami dari jenis pohon kayu kuku adalah di CA Lamedai, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Kondisi habitatnya dataran rendah dengan curah hujan ±1.000 mm pada iklim C (Schmidt dan Ferguson), tumbuh subur pada tanah podsolik dan alluvial. Jenis pohon ini juga ditemui di Kalimantan Selatan (khususnya di Kabupaten Kotabaru, Tanah Bumbu dan Tanah Laut), yang kondisi ekosistemnya bertipe iklim A dan B dengan curah hujan ±2.000 mm. Tumbuh pada ketinggian 0 - 1.000 m dpl., di dekat pantai. Kayu kuku dapat berasosiasi dengan Actinodaphne glomerata Nees, Calophylum soulatri Burm.f, Dehaasia curtisii dan Metrosideros petiolata Koor, Agathis sp., dan Lagerstroemia sp.

Berdasarkan analisis vegetasi kayu kuku yang dilakukan di CA Lamedai, Sulawesi Tenggara oleh Karmila (2014) bahwa jumlah individu paling banyak ditemukan adalah tingkat semai, karena jenis ini bersifat toleran sehingga dapat bertahan dan mampu tumbuh di bawah tegakan pohon, walaupun kurang cahaya matahari. Sedangkan tingkat pohon dan tiang individunya hampir sama, kemampuan regenerasinya berkurang karena persaingan cahaya matahari dan hara. Individu  paling rendah pada tingkat sapihan, karena individunya rapat sehingga terjadi persaingan cahaya matahari dan hara, serta tertutup oleh tumbuhan menjalar dan tumbuhan yang mati.

Menurut Indryanto (2006) dalam Karmila (2014) INP adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi spesies-spesies dalam komunitas tumbuhan atau besarnya peranan suatu tumbuhan dalam ekosistem. Berdasarkan hasil perhitungan, INP pohon 58,98%, tiang 47,03%, sapihan 70,53% dan semai 34,48%. Walaupun pada tingkat semai terdapat individu paling banyak, tetapi INP lebih rendah karena tidak mampu bertahan hidup akibat persaingan faktor lingkungan dan jenis lain. Selanjutnya, hasil analisis menunjukkan bahwa jenis kayu kuku untuk semua tingkatan memiliki rata-rata pola penyebaran cenderung merata, dengan nilai standar indeks penyebaran morisita sebesar -0,999. Faktor yang memengaruhi tumbuhnya kayu kuku secara merata adalah karena persaingan yang kuat untuk mendapatkan cahaya matahari.

 

III.       TIPE BUAH DAN BIJI KAYU KUKU

Buah kayu kuku termasuk kategori buah polong (legum), yang berbentuk buah sejati tunggal, dengan tipe buah kering (siccus) yang memecah (dehiscens).  Menurut Yuniarti dan Syamsuwida (2011), bahwa pohon kayu kuku berbuah setiap tahun, dan buah dapat dipanen pada bulan September - Oktober. Berdasarkan pengamatan lapangan oleh Tim Peneliti BPK Makassar di CA. Lamedai pada Tahun 2015, pohon kayu kuku berbuah masak periode Juni - September, sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 1.  

pohon kayu kuku

Buah pohon kayu kuku tergolong buah kotak, mempunyai ruang biji atau kotak hingga empat ruang, yang paling umum, yaitu satu, dua dan tiga ruang biji, setiap ruang kotak hanya berisi satu biji. Morfologi buah bentuknya membulat pada pangkal dan meruncing pada ujungnya. Kulit buah terpecah jika  masak, namun tidak terlepas dari tangkai buahnya. Warna buah ketika masak putih pucat atau kecokelatan. Kulit buah menebal dan keras pada pinggiran buah. Permukaannya bergelombang kecil, termasuk bentuk buah dehiscens. Kulit buah keras sehingga sulit dipecahkan, karena kulit buah mempunyai jaringan gabus yang tebal dalam membungkus biji. Bentuk buah  masak serta biji pohon kayu kuku dapat dilihat pada


            Pohon kayu kuku termasuk angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup), yaitu biji dalam keadaan terlindungi/tertutup, biji kayu kuku dikategorikan dikotil  (biji berkeping dua). Biji dikotil mempunyai sepasang daun lembaga (cotyledon) yang terbentuk sejak tahapan pembentukan  biji. Struktur biji kayu kuku terdiri atas:

a. Kulit Biji (Spermodermis)

-     Lapisan kulit luar (Testa): berwarna  kuning hingga cokelat. Kulit luar  tipis sekitar 0,1 mm  dan  keras,  secara visual  kulit tidak mengkilap dan apabila biji diraba terkesan halus dan rata.

-     Lapisan kulit dalam (Tegmen): lapisan ini sangat tipis berwarna kecokelatan (lebih muda atau terang) dibandingkan warna lapisan kulit luar.

b.     Tali Pusar (Funiculus): tali pusar lepas ketika biji sudah masak dan pusar biji (hilus) ditemukan pada sisi tertentu biji.

c.      Inti Biji (Nucleus semminis) terdiri atas lembaga (embryo), akar lembaga (radicula) dan pucuk lembaga (plumula). Pucuk lembaga terbagi yaitu daun lembaga (cotyledon ) dan batang lembaga  (caulicus). Daun lembaga mirip kacang tanah, jika dibelah terdapat alur-alur kecil, warnanya hijau hingga kekuningan. Biji tidak mempunyai putih lembaga (albumen). Morfologi biji pohon kayu kuku disajikan dalam Gambar 3.

    

Bagian dalam biji kayu kuku 

        Gambar 3. Bagian dalam biji kayu kuku (Foto BPK Makassar, 2015)

 

Biji mirip kancing yang pinggirannya berlekuk. Ukuran biji kategori sedang dengan dimensi ± 0,7 x 1,6 x 0,5 cm. Buah polong seberat satu kilogram dapat menghasilkan 320 gram biji, atau sebanyak 704 butir biji, sebanyak 15% tidak dapat dipilih untuk benih karena bijinya kecil dan kisut. Biji kayu kuku yang dapat terseleksi menjadi benih yaitu ±2.857 butir biji /kg buah. 

Biji kayu kuku bersifat ortodoks yaitu mempunyai kulit biji yang keras, yang dapat menyebabkan biji sulit berkecambah (mengalami dormansi). Biji yang bersifat ortodoks memerlukan perlakuan pendahuluaan (skarifikasi) untuk mempercepat perkecambahannya. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk skarifikasi pada benih ortodoks adalah secara mekanis, kimiawi dan penggunaan sinar radioaktif. 

             Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2014, tentang penanganan benih untuk kayu kuku, yaitu:

Tabel 1. Penanganan Benih Kayu Kuku Berdasarkan SNI

indikator kemasakan 

Ekstraksi benih 

Pembersihan, seleksi,  dan sortasi benih

-Pemanjatan 

-Kulit buah (polong)   berwarna coklat 

Ekstraksi kering : polong  dijemur selama 2 - 3 hari  hingga merekah 

-Benih dipisahkan dari   kotoran dengan ditampi  -SGT  

Pengeringan benih 

Pengemasan dan penyimpanan benih

Perlakuan pendahuluan,

Benih dikering-anginkan di  ruang suhu kamar hingga mencapai     KA 6 % - 8% 

- Wadah kedap  - Di ruang refrigerator 

Benih direndam asam 

sulfat 0,1 M, selama 20 

menit lalu  dibilas air 

Utami (1994), menyatakan bahwa skarifikasi  pada biji kayu kuku dapat dilakukan dengan perendaman air, yang lebih ramah lingkungan dibanding menggunakan asam sulfat. Skarifikasi benih dengan perendaman air panas (1000C) selama 20 menit menghasilkan daya kecambah sebesar 84,7% dan waktu berkecambah hari ke-5. Menurut Syamsuwida et al., (2003) dalam Yuniarti dan Syamsuwida (2011),  benih kayu kuku termasuk benih berkulit keras dan memiliki impermeabilitas yang tinggi terhadap air dan pertukaran udara sebagai akibat adanya lapisan lilin yang menyebabkan dormansi. Sebagaimana dikemukakan oleh Lemmens et al., (1994) dalam Noorhidayah (2005) bahwa benih kayu kuku yang langsung dikecambahkan setelah panen adalah 87%, dan berangsur-angsur menurun viabilitasnya, benih kayu kuku dapat bertahan hingga 6 bulan di ruang penyimpanan. Benih yang bermutu baik memiliki daya kecambah lebih dari 80 %. Biji dari kayu kuku yang diseleksi untuk benih, berukuran sedang sampai besar dan warnanya kekuningan sampai kecokelatan. Sutopo (1985), menyebutkan bahwa faktor yang memengaruhi perkecambahan antara lain ukuran dan tingkat kemasakan benih yang ditandai dengan perubahan warna.  

 

IV.      SIFAT DAN KEGUNAAN KAYU KUKU

Kayu kuku memiliki berat jenis 0,87 dan kelas awet II, berat kering kayu ini rata-rata 770 kg/m3 (Lemmens,  et al., 1994). Kayu berwarna cokelat muda atau kemerahan, dengan tekstur agak halus. Arah serat berpadu atau tidak teratur, kesan raba licin, kekerasan bersifat keras dengan sifat pengerjaan agak sukar. Kayu gubal berwarna lebih cerah dari kayu terasnya yang berwarna cokelat kemerahan (Aqsa, 2010).

Kayu kuku dapat digunakan sebagai perabot rumah, vinir, cocok untuk konstruksi berat misalnya geladak kapal, jembatan, bantalan kereta api, juga untuk kusen dan bak  kendaraan. Selain itu, kayu kuku juga mempunyai kegunaan estetika dengan warna dekoratif sehingga dapat disamakan dengan kayu jati (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Rokan Hulu, 2013 dalam Munandar, 2010). Kayu kuku yang digunakan pada kondisi kering atau tidak terendam air akan tahan hingga 15 tahun. Jika digunakan di bawah atap, tidak berhubungan dengan tanah lembab dan tidak kekurangan udara maka keawetannya tak terbatas, kayu ini jarang diserang rayap dan bubuk kayu kering (Lemmens, et al., 1994).

1.      Sifat Makroskopis

Kayu Teras dan Kayu Gubal: Hasil pengamatan terhadap ketiga lempengan kayu Kuku yang diteliti menunjukkan adanya perbedaan warna yang jelas antara bagian kayu teras dengan kayu gubal. Bagian kayu teras berwarna coklat-ungu kehitaman dan kayu gubalnya berwarna coklat muda. Persentase kayu teras rata-rata adalah 30%. Persentase kayu teras pada kayu Kuku yang berasal dari Hutan Tanaman Industri Sub Unit Hutan tanaman Semaras PT. Inhutani II Kalimantan Selatan masih terlalu kecil. Kayu  masak tebang dan baik untuk furnitur adalah kayu yang telah memiliki persentase 75~80%. (Pandit 2002). Hasil pengamatan terhadap kayu teras dan kayu gubal secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Tekstur: Tekstur kayu adalah kesan permukaan kayu yang ditunjukkan oleh besar-kecilnya diameter sel-sel penyusunnya (Panshin et al. 1980; Haygreen dan Bowyer 1986). Hasil pengukuran terhadap diameter tangensial pori adalah 116.7 µm. Menurut klasifikasi Den Berger (1926) dalam Martawijaya et al. (1981), ukuran pori tersebut termasuk dalam kelas agak kecil dan oleh karena itu kayu Kuku dapat dinyatakan memiliki tekstur halus, sesuai dengan penelitian Mandang dan Pandit (1997)

Riap tumbuh: Dari pengamatan pada bidang melintang kayu Kuku terlihat adanya garis-garis lingkaran tumbuh namun tidak begitu jelas sehingga dapat dikatakan bahwa riap tumbuh kayu Kuku kurang jelas. Diameter rata-rata kayu Kuku yang ditanam tahun 1987 (berumur 15 tahun) adalah 12.7 cm dengan persentase kayu teras 30%.

 

2.      Sifat Mikroskopis

Pori: Pori atau pembuluh yang terlihat pada penampang lintang berbentuk bulat sampai oval. Pola penyebaran pori merata atau tata baur (diffuse porous) yaitu pori tersebar merata pada bidang lintang kelihatan seperti lubang-lubang dengan diameter yang hampir sama. Susunan porinya soliter dan bergabung radial terdiri 2~3 pori. Hasil pengukuran pori kayu Kuku secara terperinci disajikan pada Tabel 2. Menurut klasifikasi Den Berger (1926) dalam Martawijaya et al. (1981) kayu Kuku memiliki jumlah pori agak jarang (6~10 per mm²) dan ukuran pori agak kecil (100~200 µm). Susunan pori soliter dan bergabung karena memiliki jumlah pori soliter tiga kali jumlah pori bergabung.

 

3.      Parenkim:

 Parenkim jari-jari: Jari-jari kayu Kuku berupa jarijari uniseriet, biseriet, dan multiseriet. Komposisi jari-jari heteroseluler terdiri dari sebagian besar sel baring tetapi ada sel tegak yang berbentuk seperti kubus. Hasil pengukuran jari-jari selengkapnya terdapat pada Tabel 3.  Menurut klasifikasi Den Berger (1926) dalam Martawijaya et al (1981) maka jari-jari kayu Kuku termasuk kelas sempit (15~20  µm) sampai agak sempit (30~50 µm), tingginya luar biasa pendek dan jumlah jarijari termasuk agak jarang (6~7 per mm). Jari-jari pada penampang tangensial terlihat memiliki susunan yang teratur dan khas yang terlihat seperti rumah susun. Susunan jari-jari yang khas inilah menyebabkan kayu Kuku memiliki corak atau figur yang menarik dan menyebabkan kayu Kuku termasuk ke dalam golongan fancy wood. Kesan kerinyut (Ripplemark) yang terdapat pada kayu Kuku ini merupakan sifat karakteristik dari kayu Kuku (Gambar 1).

             Parenkim aksial: Dilihat dari penampang lintangnya, kayu Kuku memiliki parenkim bertipe paratrakea dimana sel-sel parenkim terletak bersinggungan dengan pembuluh. Parenkim paratrakea yang dimiliki kayu Kuku berbentuk sayap (aliform) sampai confluent. Hasil perhitungan terhadap proporsi parenkim aksial sebagai sel penyusun kayu adalah 23 %. Bentuk parenkim sayap pada kayu Kuku dapat dilihat pada Gambar 2.

 

4.      Sel Serabut:

Kayu Kuku termasuk jenis kayu yang mempunyai panjang sel serabut sedang (900~1600 µm) dengan dinding sel yang tebal (Tabel 4)

 

 

Figure 1. Ripplemark in Pericopsis mooniana Thw (Tx40).


Figure 2. Parenchyma distribution of Pericopsis mooniana Thw. (Tx40).

 

V.     KESIMPULAN

 

Kayu kuku (Pericopsis mooniana THW) tergolong kayu mewah, karena sifat dan corak kayunya yang indah, serta memiliki banyak kegunaan. Saat ini jenis kayu kuku masuk ketegori  terancam punah, sehingga perlu upaya konservasi dan reforestasi untuk menjamin kelestariannya. Regenerasi dan peningkatan produksi kayu kuku  perlu dukungan pengetahuan tentang potensi dan penyebarannya, sifat kayu dan kegunaannya serta tipe buah dan bijinya. Tulisan ini diharapkan menjadi bahan informasi dan pedoman bagi pihak pemerintah, swasta dan masyarakat yang akan meregenerasi jenis kayu kuku, agar produktivitasnya meningkat, dan dapat menjadi komoditas ekspor di masa mendatang.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Akbar, A., dan Rusmana. 2013. Membangkitkan Primadona Yang Mulai Langka: Kayu Kuku (Pericopsis mooniana THW). BEKANTAN Vol. I/No. 1/2013. Hal 4 - 6.

Departemen Pertanian. 1979. Pedoman Teknis Penanaman Kayu Kuku (Pericopsis mooniana THW). Departemen Pertanian - Direktorat Jenderal Kehutanan. Jakarta. 

Aqsa, M. 2010. Pertahankan Kayu Kuku (Pericopsis mooniana THW) dari Kepunahan. https/mimpi22.wordpress.com/2010/04/22 April 22, 2010 · Filed under KAYU KUKU.

Badan Standarisasi Nasional 2014. Standar Nasional Indonesia (SNI) Penanganan Benih Generatif Tanaman Hutan: Tanaman Kehutanan- Bagian 12. Jakarta.

BKSDA. 2012. Identifikasi  Potensi di Cagar Alam Lamedai. Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Sulawesi Tenggara. Kendari.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II; Terjemahan Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.

Karmila, Ati. 2014. Studi Potensi dan Sebaran Kayu Kuku (Pericopsis mooniana THW) di Cagar Alam Lamedai, Kabupaten Kolaka. Skripsi

Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Haluoleo.  Kendari.

Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I., & Wong, W.C. (Editors). 1994. Plant Resources of South-East Asia No 5(2). Timber trees: Minor commercial timbers. Backhuys Publishers, Leiden. Pp 342-345.

Munandar. 2010. Budidaya Tanaman Kehutanan Jenis Kuku (Pericopsis mooniana Thwaites). Diakses dari mounandar.blogspot.com/2010/06/budidaya-tanaman-kehutananjenis-kuku.html. Tanggal  Akses 14 Juli 2015.

Noorhidayah, 2005. Studi kualitas bibit kayu kuku dari tegakan benih teridentifikasi.  Wana Benih. Puslitbang Hutan Tanaman. Bogor. Vol.

6. No. 2. Hal 47 - 57.

Sutopo, L. 1985. Teknologi Benih.  Rajawali Press. Jakarta.

Utami, D.E. 1994. Efek Skarifikasi terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Semai Kayu Kuku (Pericopsis mooniana). Skripsi

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjajaran. Bandung.

Yuniarti, N., dan Syamsuwida, D. 2011. Kayu Kuku (Pericopsis mooniana THW). Dalam: Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid II. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Bogor. Indonesia.

Publikasi Khusus Vol. 5 No. 1, 2011. Hal 32 - 34.


 

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar secara bijak sesuai topik pembahasan