KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang dengan rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah mata kuliah klimatologi hutan Prodi Kehutanan, Fakultas Kehutanan
dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo.
Dalam
Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan
baik pada teknis
penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan
yang dimiliki penulis. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan
makalah ini penulis
menyampaikan ucapan terima
kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu, semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal. Amiin Yaa Robbal
‘Alamiin.
Kendari, November 2016
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber daya alam merupakan tulang
punggung perekonomian Indonesia dan diharapkan sektor pertanian, perikanan, dan
kehutanan dapat berkembang lebih baik untuk menunjang sektor lain untuk
pembangunan negara. Salah satu sumber daya alam indonesia yang relatif luas
adalah perkebunan karet. Indonesia memiliki areal perkebunan karet yang luas
yaitu sekitar 3,45 juta Ha pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 mengalami
perluasan menjadi 3,49 juta Ha. Selain
itu pengembangan area perkebunan karet Indonesia nomor dua terluas sesudah
Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum Indonesia merupakan daerah yang
paling potensial dikembangkan baik dari segi produktivitas maupun area di
tingkat dunia maupun asia.
Namun dalam pengembanagan area dan
produktivitas perkebunan karet tidak lepas dari pengaruh iklim. Iklim mempunyai
peranan yang penting dalam
mendukung pertumbuhan dan produksi
tanaman. Salah satu
unsur iklim yang berperanan
penting adalah curah hujan. Peranan curah hujan tergantung pada distribusinya
dalam penentuan suatu usaha tani. Informasi iklim yang akurat sangat diperlukan
dalam mendukung pembangunan pertanian terutama dalam memilih jenis tanaman yang
akan ditanam (Estiningtyas, dkk., 2000).
Tiap jenis tanaman menghendaki syarat
iklim tertentu bagi pertumbuhan optimalnya. Menyangkut hubungan tanah- tanaman,
terdapat hubungan erat antara keserasian tanah dengan faktor-faktor curah
hujan, penyebaran hujan, dan defisit kejenuhan lengas udara. Walaupun pengaruh
curah hujan terhadap per- tumbuhan tanaman amat bergantung pada penyebarannya
dan tipe tanahnya, hubungan antara curah hujan dengan produksi tanaman umumnya
sangat kuat (William dan Joseph, 1974).
Tanaman karet merupakan salah satu jenis
tanaman hutan asli di lembah amazon dengan ketinggian 200 m dpl dan dekat
dengan ekuator. Daerah ini memiliki karateristik suhu antara 24 sampai dengan
28oC dengan curah hujan rerata 1500 – 2500 mm/tahun (Rao et. al.,1990). Menurut (Rao et al., 1993) area karet
berproduksi tinggi biasanya ditemukan pada daerah dengan pola curah hujan yang
cukup dan merata serta rendahnya fluktuasi suhu dan kelembaban selama 1 tahun. Menurut
Jacob et al. (1989) jumlah curah hujan tahunan dan distribusinya sangat
mempengaruhi produksi lateks tanaman karet sebab pada musim penghujan dan
kemarau terjadi perbedaan lengas di dalam tanah.
Pada saat ini keberadaan musim/iklim
sering kali mengalami pergeseran atau penyimpangan. Kondisi penyimpangan iklim
dari kondisi normal akan menyebabkan dampak negatif. Dampak negative tersebut dapat berupa kemarau
panjang atau kekeringan dan kejadian banjir atau hujan besar. Kehilangan panen
akibat penyimpangan iklim berdampak pada perubahan tata guna lahan dan hasil
panen (Riyadi, 2000).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis
tertarik untuk membuat suatu makalah yang berjudul “studi hujan dalam kaitannya
dengan tanaman pohon karet”.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan
dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dengan hujan?
2.
Bagaimanakah mekanisme pembentukan
hujan, pembagian hujan dan jenis-jenis hujan ?
3.
Bagaimanakah cara mengukur intensitas
curah hujan?
4.
Bagaimanakan kaitan hujan dengan hutan ?
5.
Bagaimanakah pengaruh curah hujan dan
hari hujan terhadap produksi tanaman karet ?
1.3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian hujan.
2. Mekanisme pembentukan hujan, pembagian
hujan dan jenis-jenis hujan.
3. Cara mengukur intensitas curah hujan.
4.
Kaitan hujan dengan hutan.
5. Pengaruh curah hujan dan hari hujan
terhadap produksi tanaman karet.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Curah hujan ialah jumlah air yang jatuh
pada permukaan tanah selama periode tertentu bila tidak terjadi penghilangan
oleh proses evaporasi, pengaliran dan peresapan, yang diukur dalam satuan
tinggi. Tinggi air hujan 1mm berarti air hujan pada bidang seluas 1mm2 berisi 1
liter. Unsur-unsur hujan yang harus diperhatikan dalam mempelajari curah hujan
ialah : jumlah curah hujan, dan intensitas atau kekuatan tetesan hujan (Arifin,
2010).
Indonesia secara geografis berada di
daerah garis khatulistiwa sehingga limpahan radiasi dan curah hujan yang cukup
tinggi. Meskipun demikian limpasan radiasi neto dan curah hujan masih sering
menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang menurunkan tingkat kesesuaian
lahan. Gejala tersebut karena secara umum faktor keawanan tinggi dapat menyebabkan radiasi neto di permukaan tanah menjadi rendah. Pada musim hujan,
ketersedian air berlebihan, keawanan tinggi, dan radiasi neto menjadi rendah.
Sebaliknya pada musim kemarau, limpahan radiasi neto tinggi, curah hujan rendah dan kandungan air dalam tanah menjadi kurang
tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Mengingat fungsi radiasi dan ketersediaan
lengas tanah dalam pertumbuhan tanaman, maka tingkat produksi juga ditentukan
oleh imbangan optimum antar kedua parameter iklim tersebut. Dengan demikian
penilaian kesesuaian lahan berdasarkan keadaan radiasi surya dan kandungan
lengas tanah atau curah hujan (Sibuea, 2011).
Iklim
mempunyai peranan yang penting dalam mendukung pertumbuhan dan
produksi tanaman. Salah
satu unsur iklim yang berperanan penting adalah curah
hujan. Peranan curah hujan tergantung pada distribusinya dalam penentuan suatu
usaha tani. Informasi iklim yang akurat sangat diperlukan dalam mendukung
pembangunan pertanian (Estiningtyas, dkk., 2000).
Tiap jenis tanaman menghendaki syarat
iklim tertentu bagi pertumbuhan optimalnya. Menyangkut hubungan tanah- tanaman,
terdapat hubungan erat antara keserasian tanah dengan faktor-faktor curah
hujan, penyebaran hujan, dan defisit kejenuhan lengas udara. Walaupun pengaruh
curah hujan terhadap per tumbuhan tanaman amat bergantung pada penyebarannya
dan tipe tanahnya, hubungan antara curah hujan dengan produksi tanaman umumnya
sangat kuat (William dan Joseph, 1974).
Sejumlah hasil pengamatan pertumbuhan
dan produksi tanaman karet telah membuktikan bahwa tanaman karet sangat sesuai
di wilayah bercurah hujan 1600 – 2500 mm/th, dengan 2 – 4 bulan kering, dan
angin tidak menjadi kendala utama. Curah hujan setahun minimum untuk tanaman
karet di Indonesia adalah 1500 mm dengan penyebaran merata, optimal antara 2500
– 4000 mm selama 100 sampai 150 hari setahun (Dijikman, 1951).
Pada evaluasi terhadap 11 klon karet di
15 lokasi yang mewakili zona agroekologi perkebunan berdasarkan rata-rata curah
hujan tahunan dan periode bulan kering menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
produktivitas di antara klon dan diantara lokasi dengan berbagai kondisi
agroklimat. Produksi kumulatif tertinggi berturut-turut diperoleh pada
penanaman di lahan beriklim sedang dan kering. Semua klon memperlihatkan
produksi terendah pada penanaman di lokasi dengan kondisi agroklimat basah.
Rendahnya produktivitas kebun karet pada lahan beriklim basah berkaitan dengan
tingkat kepekaan klon terhadap penyakit gugur daun. Kondisi lahan dengan iklim
basah tanpa kemarau ternyata mendukung perkembangan penyakit secara
berkelanjutan dan tergantungnya kegiatan penyadapan . Wilayah pengembangan
karet akan lebih baik ke daerah yang memililki rata-rata curah hujan 1500 –
2000 mm/tahun dengan distribusi merata atau 2000 – 3000 mm/ tahun dengan
periode bulan kering yang tegas 1 – 2 bulan (Aidi-Daslin et al. 1997).
Menyebutkan bahwa produksi tanaman karet
pada suatu wilayah tertentu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu faktor
potensi genetik bahan tanam (genetic potential of planting material (G)) ,lingkungan
(environment (E), dan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan
(interaction between planting material and location (GE) (Azwar et al. 2000).
Data iklim, terutama data hujan sangat
penting dan dibutuhkan sebagai data dasar di dalam rangka evaluasi lahan untuk
program pengembangan perkebunan karet maupun untuk menilai keragaan perkebunan
karet yang telah ada. Terdapat beberapa macam batasan jumlah curah hujan, hari
hujan, bulan kering, bulan basah, yang didefinisikan terbaik bagi tanaman karet
di Indonesia. Hal ini menimbulkan kesan seolah-olah batasan karakteristik hujan
kurang penting artinya bagi keberhasilan perkebunan karet serta membingungkan para pekebun dan
praktisi perkebunan. Batasan-batasan tentang karakteristik hujan yang terbaik
untuk karet tersebut kenyataannya
belum didasarkan pada penelitian atau percobaan khusus
(Darmandono,1995).
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Hujan
Hujan adalah turunnya air dari langit
yang membasahi bahkan membanjiri bumi (permukaan paling rendah tanah). Hujan
merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi sendiri
dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujan es) atau aerosol (seperti embun
dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari
awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap
ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai virga.
Intensitas hujan adalah banyaknya
curah hujan persatuan jangka waktu
tertentu. Intensitas curah hujan juga
bisa diartikan ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di
mana air tersebut terkonsentrasi. Intensitas curah hujan dinotasikan dengan
huruf I dengan satuan mm/jam. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti
hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor
dan efek negatif terhadap tanaman.
Durasi hujan adalah lamanya suatu
kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan
durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas. Hujan yang meliputi
daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung
dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan
durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar
volume air bagaikan ditumpahkan dari langit.
Hujan memainkan peranan penting dalam
siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul
menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut
melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu. Jumlah air
hujan diukur menggunakan pengukur hujan atau ombrometer. Satuan curah hujan
selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia
satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm). Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter
persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau
tertampung air sebanyak satu liter.
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat
yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan
tidak mengalir.
Curah hujan mempunyai peran yang sangat
penting. Berdasarkan data curah hujan dapat dilakukan penggolongan iklim
menurut perbandingan antara jumlah rata-rata bulan kering dengan jumlah
rata-rata bulan basah. Bulan kering terjadi jika curah hujan bulanan kurang
dari 60 mm/bulan, sedangkan bulan basah terjadi jika curah hujan bulanan diatas
0 mm/bulan. Diantara bulan kering dan bulan basah tersebut terdapat bulan
lembab yang terjadi apabila curah hujan bulanan antara 60-100 mm/bulan.
Biasanya hujan memiliki kadar asam pH 6.
Air hujan dengan pH di bawah 5,6 dianggap hujan asam. Banyak orang menganggap
bahwa bau yang tercium pada saat hujan dianggap wangi atau menyenangkan. Sumber
dari bau ini adalah petrichor, minyak atsiri yang diproduksi oleh tumbuhan, kemudian
diserap oleh batuan dan tanah, dan kemudian dilepas ke udara pada saat hujan.
3.2. Mekanisme
Pembentukan Hujan, Pembagian Hujan Dan Jenis-Jenis Hujan
3.2.1.
Mekanisme pembentukan hujan
Proses terbentuknya hujan masih
merupakan misteri besar bagi orang-orang dalam waktu yang lama. Baru setelah
radar cuaca ditemukan, bisa didapatkan tahap-tahap pembentukan hujan.
Pembentukan hujan itu berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, pembentukan
angina; kedua, pembentukan awan; ketiga, turunya hujan.
Tahap pertama : Sejumah besar gelembung
udara terbentuk karena buih dilautan secara terus menerus pecah dan menyebabkan
partikel air disemburkan kelangit. Partikel yang kaya-garam ini kemudian dibawa
angina dan dibawa ke atmosfir.
Tahap kedua : Awan terbentuk dari uap
air yang mengembun disekitar Kristal garam atau partikel debu di udara. Karena
tetesan air di awan sangat kecil, awan menggantung di udara dan menyebar ke
langit, sehingga langit tertutup oleh awan.
Tahap ketiga : Partikel air yang
mengelilingi Kristal garam dan partikel debu akan bertambah tebal dan membentuk
tetesan hujan, sehingga tetesan hujan akan menjadi lebih berat dari pada udara,
dan mulai jatuh ke bumi sebagai hujan.
Hujan tidak hanya turun berbentuk air
dan es saja, namun juga bisa berbentuk embun dan kabut. Hujan yang jatuh ke
permukaan bumi jika bertemu dengan udara yang kering, sebagian hujan dapat
menguap kembai ke udara.
3.2.2.
Pembagian hujan
Berdasarkan
terjadinya, hujan dibedakan menjadi :
1.
Hujan sikonal, yaitu hujan yang terjadi
karena udara panas yang naik disertai dengan angin berputar.
2.
Hujan zenithal atau hujan konvektif,
yaitu hujan yang seing terjadi didaerah sekitar ekuator, akibat pertemuan Angin
Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angina tersebut naik dan
membentuk gumpalan-gumpalan awan disn Musimekitar ekuator yang berakibat awan
menjadi jenuh dan turunlah hujan.
3.
Hujan orografis atau hujan gunung, yaitu
hujan yang terjadi karena angina yang mengandung uap air yang bergerak horizontal.
Angina tersebut bergerak menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga
terjadi kondensasi. Terjadilah hujan disekitar pegunungan.
4.
Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi
apabila massa udara yang dingin bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat
pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang front. Karena lebih berat massa
udara dingin lebih berada dibawah. Disekitar bidang front inilah sering terjadi
hujan lebat yang disebut hujan frontal.
5.
Hujan muson, yaitu hujan yang terjadi
karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena
adanya pergerakan semu tahunan Matahari antaraGaris Balik Utara dan Garis Balik
Selatan. Di Indonesia, secara teoritis hujan muson terjadi bulan Oktober sampai
April. Sementara dikawasan Asia Timur terjadi buan Mei sampaiAgustus.
6.
Hujan buatan, yaitu dibuat dengan cara
menggunakan garam-garaman untuk merangsang awan hingga uap air di udara dengan
ketinggian 3000 kaki lebih cepat berkondensasi menjadi air dan turun sebagai
hujan.
Berdasarkan ukuran butirannya, hujan
dibedakan menjadi :
1.
Hujan gerimis / drizzle, diameter
butirannya kurang dari 0,5 mm.
2.
Hujan salju, terdiri dari
kristal-kristal es yang suhunya berada dibawah 00 Celcius.
3.
Hujan batu es, curahan batu es yang
turun dalam cuaca panas dari awan yang suhunya dibawah 00 Celcius.
4.
Hujan deras/rain, curahan air yang turun
dari awan dengan suhu diatas 00 Celcius dengan diameter ±7 mm.
Berdasarkan besarnya curah hujan, hujan
dibedakan menjadi :
1.
hujan sedang, 20 - 50 mm per hari.
2.
hujan lebat, 50-100 mm per hari.
3.
hujan sangat lebat, di atas 100 mm per
hari.
3.2.3.
Tipe hujan
Hujan dibedakan menjadi empat tipe,
pembagiannya berdasarkan faktor yang menyebabkan terjadinya hujan tersebut :
1. Hujan Orografi
Hujan ini terjadi karena adanya
penghalang topografi, udara dipaksa naik kemudian mengembang dan mendingin
terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang
menghadap angina hujannya akan lebih lebat dari pada bagian lereng yang ada
dibelakangnya. Curah hujannya berbeda menurut ketinggian, biasanya curah hujan
makin besar pada tempat-tempat yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian
tertentu.
2. Hujan Konvektif
Hujan ini merupakan hujan yang
paling umum yang terjadi didaerah tropis. Panas yang menyebabkan udara
naik keatas kemudian mengembang dan secara dinamika menjadi dingin dan
berkondensasi dan akan jatuh sebagai hujan. Proses ini khas buat
terjadinya badai guntur yang terjadi di
siang hari yang menghasilkan hujan lebat pada daerah yang sempit. Badai guntur
lebih sering terjadi di lautan dari pada di daratan.
3. Hujan Frontal
Hujan ini terjadi karena ada front
panas, awan yang terbentuk biasanya tipe stratus dan biasanya terjadi hujan
rintik-rintik dengan intensitas kecil. Sedangkan pada front dingin awan yang
terjadi adalah biasanya tipe cumulus dan cumulunimbus dimana hujannya
lebat dan cuaca yang timbul sangat
buruk. Hujan front ini tidak terjadi di Indonesia karena di Indonesia tidak
terjadi front.
4. Hujan Siklon Tropis
Siklon tropis hanya dapat timbul
didaerah tropis antara lintang 0°-10° lintang utara dan selatan dan tidak
berkaitan dengan front, karena siklon ini berkaitan dengan sistem tekanan
rendah. Siklon tropis dapat timbul dilautan yang panas, karena energi utamanya
diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon tropis akan
mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada daerah yang
dilaluinya.
3.3.
Cara Mengukur Intensitas Curah Hujan
Dalam pengukuran intensitas curah hujan
terdapat beberapa alat yang dapat digunakan diantaranhya abrometer, tipe
helman, tipe observation dan automatic rain gauge (ARG). Alat alat pengukur
intensitas curah hujan ini memiliki cara kerja yang berbeda-beda.
Jumlah air hujan yang masuk ke dalam
sebuah penakar hujan merupakan nilai pewakil untuk daerah sekitarnya. Olehnya
itu perlu penentuan jarak antara satu stasiun dengan stasiun pengamatan
lainnya, jaraknya tidak sama bergantung pada keragaman tipe hujan dan karakteristik
hujan suatu daerah yakni sangat ditentukan oleh keadaan topografi daerah
tersebut. Dalam penempatan penakar hujan, penakar hujan di tempat di lapangan
sedapat mungkin bebas dari halangan (bangunan dan pohon). Jika di sekitarnya
terdapat halangan maka tinggi halangan yang masih diijinkan adalah sama dengan
jarak penghalang ke penakar atau tinggi penghalang ≤ 45 di atas horizon di
sekitar penakar.
Penakar hujan tipe observatorium
merupakan penakar hujan yang baku (standar) untuk Indonesia. Penggunaan alat
ini dengan cara dipasang pada tiang kayu dengan ketinggian 120 cm dari
permukaan tanah sampai mulut penakar dan mulut penakar harus dipasang datar.
Ukuran gelas yangdigunakan disesuaikan dengan luas mulut penakar dan dinyatakan
dalam satuan dan skala millimeter, tetapi bila digunakan gelas ukur biasa, maka
setiap 100 cc (cm2) setara dengan curah hujan setnggi 1 mm
3.4.
Kaitan Hujan Dengan Hutan
Kaitan antara hujan dengan hutan tidak
terlepas dari curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang tinggi dibutuhkan untuk
mendukung pertumbuhan tanaman besar. Sebaliknya, semakin kita bergerak ke
daerah dengan curah hujan rendah tumbuhan akan didominasi oleh tumbuhan kecil,
belukar, padang rumput, dan akhirnya kaktus atau tanaman padang pasir lainnya.
Curah hujan mampu mengubah keadaan sifat tanah yang berakhir dengan vegetasi
suatu daerah. Curah hujan juga turut menentukan tipe hutan yang terbentuk mulai
dari hutan hujan maupun hutan musim.
Hutan juga dapat mempengaruhi hujan dengan cara mengurangi jumlah hujan yang
jatuh di dalam hutan sebesar 30 % pada hutan bambu dan mengurangi jumlah hujan
yang jatuh sebesar 12% pada hutan dammar di Baturaden. Sehingga hutan dapat
mengurangi erosi percikan yang di timbulkan oleh curah hujan yang tinggi.
Berikut jenis hutan dengan curah hujan yang dimiliki :
1. Padang Rumput
Daerah padang rumput ini terbentang dari
daerah tropika sampai ke daerah subtropika. Curah hujan di daerah padang rumput
pada umumnya antara 250 - 500 mm/tahun. Pada beberapa padang rumput, curah
hujan itu dapat mencapai 1.000 mm, tetapi turunnya hujan tidak teratur. Hujan
yang tidak teratur dan porositas yang rendah mengakibatkan tumbuhan sulit untuk
mengambil air. Tumbuhan yang dapat menyesuaikan diri terhadap keadaan
lingkungan seperti itu adalah rumput. Daerah padang rumput yang relatif basah,
seperti terdapat di Amerika Utara, rumputnya dapat mencapai tiga meter,
misalnya rumput-rumput bluestem dan indian grasses, sedangkan daerah padang
rumput yang kering mempunyai rumput yang pendek. Contohnya adalah rumput
buffalograsses dan rumput grama.
2. Gurun
Pada umumnya, tumbuhan yang hidup di
gurun berdaun kecil seperti duri atau tidak berdaun. Tumbuhan tersebut berakar
panjang sehingga dapat mengambil air dari tempat yang dalam dan dapat menyimpan
air dalam jaringan spon. Daerah gurun banyak terdapat di daerah tropis dan
berbatasan dengan padang rumput. Keadaan alam dari padang rumput ke arah gurun
biasanya makin jauh makin gersang. Curah hujan di gurun adalah rendah, yaitu
sekitar 250 mm/tahun atau kurang. Hujan lebat jarang terjadi dan tidak teratur.
Apabila hujan turun, tumbuhan di gurun segera tumbuh, berbunga, dan berbuah
dengan cepat. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa hari saja setelah hujan,
tetapi sempat menghasilkan biji untuk berkembang lagi dalam musim berikutnya.
3. Hutan Tropis
Di daerah hutan basah tropika terdapat
beratus-ratus spesies tumbuhan, yang mungkin berbeda dengan yang lain. Hutan
basah tropika di seluruh dunia mempunyai persamaan. Sepanjang tahun hutan basah
cukup mendapat air dan keadaan alamnya memungkinkan terjadinya pertumbuhan yang
lama sehingga komunitas hutan tersebut akan kompleks. Misalnya, terdapat di
daerah tropika dan subtropika yang ada di Indonesia, daerah Australia bagian
utara, Irian Timur, Afrika Tengah, dan Amerika Tengah. Dasar hutan selalu
gelap, air hujan sulit mencapai dasar hutan tersebut secara langsung, tetapi
kelembaban di daerah itu tinggi dan suhu sepanjang hari hampir tetap, yaitu
rata-rata 25ºC.
4. Hutan Gugur
Pada hutan gugur Curah hujan merata
sepanjang tahun, yaitu antara 750 sampai 1.000 mm per tahun serta adanya musim
dingin dan musim panas. Dengan adanya musim dingin dan musim panas ini tumbuhan
di daerah tersebut mengadakan penyesuaian, yaitu dengan menggugurkan daunnya
menjelang musim dingin. Perbedaan hutan gugur dan hutan basah adalah dalam hal
kepadatan pohonnya. Di hutan gugur, pohon-pohonnya tidak terlalu rapat dan
jumlah spesiesnya sedikit, yaitu antara 10 sampai 20 spesies.
3.5. Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap
Produksi Tanaman Karet
3.5.1. Syarat tumbuh pohon karet
Pada dasarnya tanaman karet memerlukan
persyaratan terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan
tanah sebagai media tumbuhnya.
a. Letak
Geografis
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada
zone antara 150 LS dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak
terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat. Suhu udara yang baik
bagi pertumbuhan tanaman karet antara 240-280 C.
b. Curah
hujan
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara
2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150
HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan
berkurang.
c. Tinggi
tempat
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada
dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian >
600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu optimal
diperlukan berkisar antara 250C sampai 350C.
d. Angin
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya
kurang baik untuk penanaman karet.
e. Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada
umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat
kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat 5
tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan
perbaikan sifat fisiknya.
Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan
syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah
gambut 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama
struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi
sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah.Tanah
alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan
aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 – pH 8,0 tetapi
tidak sesuai pada pH 3,0 dan pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman
karet pada umumnya antara lain :
· Sulum
tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas.
· Aerase
dan drainase cukup.
· Tekstur
tanah remah, poreus dan dapat menahan air.
· Struktur
terdiri dari 35% liat dan 30% pasir.
· Tanah
bergambut tidak lebih dari 20 cm.
· Kandungan
hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro.
· Reaksi
tanah dengan pH 4,5 – pH 6,5.
· Kemiringan
tanah 16% dan Permukaan air tanah 100
cm.
3.5.2. Curah hujan dan pertumbuhan tanaman karet
Data iklim, terutama data hujan sangat
penting dan dibutuhkan sebagai data dasar di dalam rangka evaluasi lahan untuk
program pengembangan perkebunan karet maupun untuk menilai keragaan perkebunan
karet yang telah ada. Terdapat beberapa macam batasan jumlah curah hujan, hari
hujan, bulan kering, bulan basah, yang didefinisikan terbaik bagi tanaman karet
di Indonesia.
Dari beberapa hasil penelitian
meninjukkan bahwa kisaran curah hujan terbaik bagi tanaman karet adalah 2500 –
3000 mm, kisaran hari hujan adalah 100 – 150 hari dan ketinggian tempat yang
paling sesuai untuk tanaman karet adalah 0 – 200 m dpl. kandungan fraksi
lempung yang optimal untuk pertumbuhan tanaman karet adalah 10 – 40% sedangkan
nilai diatas 50% tergolong sesuai.
Tanaman karet secara umum tumbuh baik
pada tanah- tanah yang dalam dengan tingkat aerasi yang baik, tetapi tanaman
ini dilaporkan juga tumbuh pada tanah-tanah tergenang. kelas drainase tanah
yang sesuai untuk sebagian besar tanaman, terutama tanaman tahunan atau
perkebunan berada pada kelas 3 dan 4. Drainase tanah kelas 1 dan 2 serta kelas
5, 6, dan 7 kurang sesuai untuk tanaman tahunan karena kelas 1 dan 2 mudah
sekali meloloskan air sedangkan 5, 6, dan 7 sering jenuh air dan kekurangan
oksigen. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa tanaman karet seedling pada
kondisi tanah dengan tingkat drainase yang jelek (tergenang) menyebabkan
pertumbuhan daun terhambat, kandungan
klorofil menurun, meningkatkan produkdi acethylene, dan terhambatnya
pertumbuhan tanaman.
Untuk mendapatkan tanaman karet dengan
tingkat homogenitas yang tinggi perlu diperhatikan beberapa faktor pembatas
yaitu heterogenitas atau keragaman tanah, tingkat juvenilitas mata okulasi yang
digunakan, dan variabilitas batang bawah. Selain faktor pembatas ada pula
faktor lain yang mendukung pertumbuhan yang baik atau optimum bagi tanaman
karet seperti keadaan tata air dan udara
yang baik dan
seimbang yang dapat membantu memperlancar penyerapan unsur
hara yang dapat meningkatkan perrumbuhan
dan produktifitas tanaman karet.
3.5.3. Curah hujan dan produksi tanaman karet
Masalah produktivitas pada dasarnya
adalah bagaimana kombinasi setiap input yang digunakan untuk menghasilkan
output yang maksimal kuantitasnya serta berkualitas. Produksi juga dipengaruhi
oleh faktor biologi dari tanaman, tanah, dan alam batas. Selain itu adanya
faktor lain yang mendukung pertumbuhan yang baik atau optimum bagi tanaman
seperti keadaan tata air dan udara yang baik
dan seimbang. Hal ini terjadi
karena air merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman. Ketersediaan air sangat dipengaruhi oleh besarnya curah
hujan, jumlah irigasi
yang diberikan dan kapasitas tanah dalam menahan air. Air
yang sangat sedikit
ataupun berlebihan dapat berakibat
buruk bagi tanaman. Tanaman
sangat peka terhadap
kekurangan air. Hal ini mengakibatkan pengurangan dalam
pembentukan dan perluasan daun. Jika hal tersebut terjadi
maka fotosintesis tanaman akan terganggu dan penurunan
produktifitas tanaman.
Pengaruh tanah dan iklim terhadap
produktifitas tanaman karet telah banayak diteliti dan nyata berpengaruh
terhadap pencapaian produksi, dengan
mengetahui faktor iklim, maka potensi produksi tanaman karet
disuatu wilayah sudah
dapat diduga yaitu kurang lebih 80% dari nilai estimasi.
Produksi tanaman karet dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu faktor potensi
genetik bahan tanam (genetic potential of planting material (G)) ,lingkungan
(environment (E), dan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan
(interaction between planting material and location (GE). Selain itu tanpa
perlakuan pemeliharaan dan sadapan yang tepat menyebabkan kehilangan
produksi sekitar 10
– 30%.
Kerusakan tanaman karet dan penurunan
produktivitas sering ditemui pada suatu lokasi pertanaman akibat serangan
penyakit gugur daun atau gangguan angin. Intensitas serangan penyakit daun erat
hubungannya dengan agroklimat setempat. Eksplosi penyakit gugur daun terjadi
akibat curah hujan yang tinggi dan merata sepanjang tahun.
BAB
IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Iklim merupakan komponen ekosistem dan
faktor produksi yang sangat dinamik dan sulit dikendalikan dan diduga terutama
suhu, oleh karena itu pendekatan yang paling baik dalam rangka pembangunan
pertanian, perkebunan dan kehutanan adalah menyesuaikan sistem usaha dengan
keadaan iklim setempat.
Hujan memainkan peranan penting dalam
siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul
menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut
melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula. Jumlah
air hujan diukur menggunakan pengukur hujan atau ombrometer.
Nilai
optimal pertumbuhan tanaman karet untuk faktor iklim adalah curah hujan 2640 mm/tahun, bulan kering 3
bulan/tahun hari hujan 133 hari/tahun, dan ketinggian optimal adalah 168 m dpl,
sedangkan untuk faktor tanah 55% kandungan fraksi lempung dan drainase tergolong
kelas 3 (well drained).
Produksi tanaman karet sangat
dipengaruhi oleh faktor tanah dan iklim dengan persentase berturut-turut adalah
81,91% dan 18,78 %.
4.2. Saran
Sebaiknya diperlukan koordinasi dan
kerjasama yang baik antar instasi pengelola dan pengguna data iklim demi
menunjang pembangunan pertanian, perkebunan dan kehutanan secara keseluruhan.
Pemerintah seharusnya melakukan
peningkatan peralatan/stasiun informasi iklim untuk pengamatan serta penyediaan
dan pembinaan dalam meningkatkan mutu pengamatan dan kemampuan analisis.
Perlu adanya upaya sinergis dari
pihak-pihak terkait serta peran serta masyarakat dalam menjaga dan melestarikan
lingkungan. Upaya sekecil apapun sangat berarti bagi kelangsungan kehidupan
manusia di dunia ini. Alam tidak akan menghadirkan bencana kalau kita menjaga
dan bersahabat kepada mereka. Semua yang terjadi sekarang dan akan datang itu
adalah hasil perbuatan kita pada masa sekarag.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin.
2010. Modul klimatologi. Fakultas pertanian: Universitas brawijaya
Aidi-Daslin, I.
Suhendry, dan R.
Azwar. 1997. Produktivitas perkebunan karet dalam
hubungannya dengan jenis klon dan
agroklimat. Pros. Apresiasi Teknologi Peningkatan Produktivitas Lahan
Perkebunan Karet, Medan. Pusat Penelitian Karet Medan.
Azwar,
R., Aidi-Daslin, I. Suhendry, and S.
Woelan, 2000. Quantifiying genetical and
environment factors in
deter-mining rubber crop
productivity. Proc. Indonesian Rubb.
Conf. and IRRDB Symposium.
Indonesian Rubber Research Institute.
Vol. 1 halaman 143-149.
Darmandono.
1995. Pengaruh komponen hujan terhadap
produktivitas karet. J. Penel. Karet. 13(3), 223-233.
Dijkman,
M.J. 1951. Hevea. Thirty Years of Research in the Far East. University of Miami
Press. Corral Gables, Florida, USA.
Estiningtyas, W.
G. Irianto, dan I. Amin.n2000. Perhitungan Neraca Air Tanah
Dengan Model SARRA di Nusa Tenggara Barat. Jurnal Ilmu – Ilmu Pertanian 1(1) :
60 – 69.
Sibuea,
Lukman Hakim. 2001. Pemodelan Sistem
Dinamika Penilaian Kesesuaian
Alam Berdasarkan Hubungan Radiasi Surya dan Curah Hujan Dengan Fase Tumbuh Pada
Tanaman Karet(Elaeis guineenssis Jacq.) Thesis. Program Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor.
Williams, C.N.
and K.T. Joseph.
1974. Climate , Soil, and Crop Production In The Humid Tropics. Rv. Ed.
2nd. Imp. Oxford University Press
London. Kuala Lumpur.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar secara bijak sesuai topik pembahasan