PENGARUH
KERUSAKAN HUTAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI KOTA KENDARI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis limpahkan
kehadirat Allah SWT, karena atas pertolongannya_Nya, penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Pengaruh Kerusakan Hutan Terhadap
Iklim Di Kota Kendari” ini tepat pada waktu yang telah direncanakan. Tak lupa
sholawat serta salam Penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga
dan sahabat, semoga selalu dapat menuntun penulis pada ruang dan waktu yang
lain.
Dalam
penyelesaian karya ilmiah ini tidak jarang penlis menemukan
kesulitan-kesulitan. Akan tetapi, berkat motivasi dan dukungan dari berbagai
pihak, kesulitan-kesulitan itu akhirnya dapat diatasi. Maka dari itu, melalui
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada
berbagai pihak yang telah membantu penulis.
Penulis
menyadari selesainya makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya
penulis berharap agar malakah ini bermanfaat.
Kendari,
7 Desember 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULIAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia
merupakan salah satu negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas di dunia
setelah Brazil dan Zaire. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa
Indonesia, karena dilihat dari manfaatnya sebagai paru-paru dunia, pengatur
aliran air, pencegah erosi dan banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah.
Selain itu, hutan dapat memberikan manfaat ekonomis sebagai
penyumbang devisa bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia. Karena itu
pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 1945, UU No. 5
tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985,
beberapa keputusan Menteri Kehutanan, keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen
Pengusahaan Hutan.
Namun
gangguan terhadap sumber daya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya
makin meningkat. Kerusakan hutan yang meliputi: kebakaran hutan, penebangan
liar dan lainnya merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering
terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan cukup besar
mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai
ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan
asap dari kebakaran hutan yang mengganggu kesehatan masyarakat serta
mengganggu transportasi, baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Selain itu, gangguan asap karena kebakaran hutan di Indonesia
akhir-akhir ini telah melintasi batas negara.
Hutan
yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan
aspek kelestarian kini telah mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup
mencenangkan bagi dunia Internasional, faktanya Indonesia mendapatkan rekor
dunia guiness yang dirilis oleh Greenpeace sebagai negara yang mempunyai
tingkat laju deforestasi (kerusakan hutan) tahunan tercepat di dunia, Sebanyak
72 % dari hutan asli Indonesia telah musnah dengan 1.8 juta hektar hutan
dirusakan per tahun antara tahun 2000 hingga 2005, sebuah tingkat kerusakan
hutan sebesar 2% setiap tahunnya.
Berbagai
upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan dan penebangan liar telah
dilakukan termasuk mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang, PP, dan SK
Menteri sampai Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal. Sejak
kebakaran hutan yang cukup besar tahun 1982 dan 1983 di Kalimantan Timur,
intensitas kebakaran hutan makin sering terjadi dan sebarannya makin meluas.
Tercatat beberapa kebakaran cukup besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991,
1994, 1997, 2003 hingga 2015. Bukan hanya kebakaran hutan, penebangan liar juga
dapat berdampak negatif antara lain dapat menyababkan tanah longsor dan banjir.
Oleh karena itu perlu adanya penjagaan supaya tidak terjadi kebakaran dan
penebangan liar yang tidak kita inginkan. Dengan upaya penjagaan
akan terjadinya kebakaran dan penebangan liar maka akan mengurangi resiko
terjadinya kerusakan hutan yang lebih luas.
Berdasarkan
uraian di atas, kerusakan hutan yang terjadi telah banyak memberikan dampak
bagi daerah-daerah di Indonesia. Salah satu daerah Indonesia yang terkena
dampak dari kerusakan hutan tersebut adalah Kota Kendari. Dengan
alasan itu, maka penulis tertarik untuk memilih judul “Pengaruh Kerusakan Hutan
Terhadap Iklim Di Kota Kendari”
1.2. Rumusan Masalah
Masalah yang akan di bahas
dalam karya ilmiah ini adalah:
1. Apakah penyebab terjadinya
kerusakan hutan di kota Kendari ?
2. Bagaimana pengaruh kerusakan
hutan terhadap iklim di kota Kendari ?
3. Apakah upaya-upaya yang
dilakukan dalam meminimalisir terjadinya kerusakan hutan di kota Kendari?
1.3. Tujuan
Tujuan diadakannya penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui penyebab
terjadinya kerusakan hutan di kota Kendari
2. Untuk mengetahui pengaruh
kerusakan hutan terhadap iklim di kota Kendari
3. Untuk mengetahui upaya-upaya
yang dilakukan dalam meminimalisir terjadinya kerusakan hutan di kota Kendari
1.4. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari
penelitian ini adalah:
1. Bagi pemerintah
Dapat dimanfaatkan sebagai
reverensi dan pertimbangan untuk lebih memperhatikan kelestarian hutan.
2. Bagi masyarakat
Memberikan kesadaran akan
pentingnya peran kita bersama dalam menjaga dan merawan hutan.
3. Bagi peneliti
Menambah wawasan atau
pengalaman dan pengetahuan mengenai hutan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Asal
Usul Hutan Indonesia
Sejarah
kehutanan Indonesia yang dibuat oleh deperteman kehutanan RI tahun 1996,
intisarinya yaitu dimulai dari penyebaran nabati di wilayah nusantara. Wilayah
nusantara Indonesia merupakan salah satu pusat asal usul flora dan fauna yang
sangat tinggi keragamannya. Dilihat dari posisi geografis tempat keberadaan
asli secara alaminya, flora dan fauna terbagi dalam dua kelompok besar yaitu
bagian disekitar kepulauan Sunda dan Semananjung Malaya, bagian di sekitar
pulau Irian dan kepulauan di sekitarnya. Pada zaman purbakala Indonesia banyak
vegetasi hutan yang dipelajari dari deposit batu arang. Deposit batu
arang tersebut banyak terdapat di pulau Sumatera, pulau Kalimantan dan pulau
Sulawesi. Hutan deposit batu arang terbagi menjadi hutan periode karbon di
Jambi, hutan permo-karbon di Irian, hutan akibat ulah manusia dan hutan
purbakalah di pulau Jawa.
2.2. Pengertian,
Peranan, Fungsi Dan Manfaat Hutan
Berdasarkan
Undang-Unadang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentanh kehutanan, hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohanan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Menurut
KBBI (Balai Pustaka 1996) peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang
dalam suatu peristiwa. Peranan hutan adalah seperangkat sifat atau perilaku,
kemampuan dan tindakan yang dimiliki, atau dapat diberikan oleh hutan dalam
suatu keadaan peristiwa tertentu. Salah satu contoh peranan hutan dalam
kehiduan manusia dimuka bumi ini adalah peranan hutan dalam perkembangan
peradabatan manusia dimuka bumi ini. Dilihat dari tingkat kepentingannya, hutan
menduduki peran terpenting ketiga dalam mendukung perkembangan perkembangan
peradabatan manusia, setelah air segar dan tanah yang subur.
Menurut
KBBI dan WNWCD fungsi adalah tugas atau pekerjaan khusus yang diperlukan dalam
suatu bagian pekerjaan atau kegiatan. Fungsi hutan adalah kedudukan dan tugas
hutan sebagai suatu ekosistem dalam sustu kesatuan yang lebih luas dalam
wilayah bentang alam ekologis tempat hutan berada. Beberapa fungsi hutan
diantaranya, sebagai sumber dan habitat keanekaragaman hayati, menyimpan air
dan pelindung tanah, menyuburkan tanah, menjaga kestabilan iklim, dll.
Menurut WNWCD
manfaat adalah segalah sesuatu yang memberikan sumbangan atau tambahan terhadap
perbaikan atau peningkatan keadaan atau sifat suatu benda. Manfaat hutan yaitu
manfaat yang dapat diperoleh dari hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem, yaitu
seluruh barang dan jasa yang dapat diperoleh dari ekosistem hutan yang dapat
memberikan sumbangan terhadap perbaikan atau peningkatan keadaan bentang alam
ekologis tempat hutan tersebut berada. Dalam pengertian umum manfaat hutan
dapat dikelompokkan dalam manfaat ekonomi, ekologi, sosial, budayah dan spritual
atau religius.
2.3. Macam-Macam
Tipe Ekosistem Hutan Di Indonesia
Hutan
di Indonesia berdasarkan faktor-faktor tertentu sifat sifat yang dimilikinya,
mencakup faktor iklim, edafis dan komposisi tumbuhan dalam tegakan hutan. Hutan
dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe ekosistem hutan atau sering juga
disebut tipe hutan. Dalam kriteria yang dipergunakan oleh direktorat jendral
kehutanan 1976, hutan Indonesia dibagi dalam enam tipe, yaitu hutan musim,
hutan gambut, hutan hujan, hutan rawa, hutan payau dan hutan pantai.
2.4. Ancaman
Kerusakan Hutan
Berdasarkan
data tahun 1985, Indonesia bersama-sama dengan Brasil dan Zaire mempunyai luas
hutan tropis sebesar 53 % dari luas total hutan dunia. Indonesia sendiri
mempunyai 10 % yang merupakan kekayaan hutan tropika terbesar di Asia dan nomor
tiga di dunia. ( Kantor Men. KLH, 1990 : 25-27 ).
Hutan
Indonesia terancam semakin berkurang seiring dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah (PP) No 2 dan 3 tahun 2008. Peraturan ini mengatur tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari penggunaan kawasan hutan
untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan (Liem dalam Wajah
Hutan Indonesia). PP tersebut akan menjadi landasan hukum bagi investor
untuk membuka hutan-hutan produksi baru atau kegiatan budidaya hutan di
berbagai wilayah di Nusantara.
Keberadaan
aspek legal yang mendukung aktivitas budidaya untuk kawasan perhutanan menjadi
bagian dari kondisi hutan kita saat ini. Bentuk peruntukan kawasan hutan dengan
alih fungsi lahan menjadi wilayah pertambangan (budidaya) atau hutan produksi
menyebabkan kerusakan hutan menjadi hal biasa dan terjadi begitu saja.
Aktivitas seperti penambangan di hutan dapat
menyebabkan kerusakan permanen. Aktivitas penambangan dapat menimbulkan dampak
yang besar, tidak hanya pada kawasan penambangan tapi juga wilayah
disekitarnya, termasuk wilayah hilir dan pesisir dimana limbah penambangan
dialirkan. Tidak hanya itu, sisa-sisa hasil penambangan dapat merusak ekosistem
di dalam hutan dan merusak keseimbangan alam. Selain penambangan, hutan kita
saat ini juga dihiasi dengan aktivitas illegal logging yang
masih terus berlangsung disejumlah tempat di Indonesia. Penangkapan ribuan log
kayu di Kalimantan Barat dan di Riau baru-baru ini makin memperjelas status
kehutanan Indonesia yang lebih besar pasak dari pada tiang.
Menurut data yang diperoleh dari WALHI, dalam
periode 2000-2005, hutan Indonesia telah hilang seluas 5,4 juta hektar. Deforestasi (kerusakan hutan) ini terjadi akibat pembangunan ekonomi yang dilangsungkan tak lagi
menempatkan pertimbangan ekologis sebagai rujukan utama.
Saat ini Indonesia adalah pemilik 126,8 juta
hektar hutan. Hutan seluas ini merupakan tempat tinggal dan pendukung kehidupan
46 juta penduduk lingkar hutan. Namun, seiring dengan tingginya tingkat
permintaan pasar pada industri pengolahan kayu, laju pertumbuhan pengurangan
hutan dapat menyebabkan hilangnya asset bangsa dan dunia ini dalam waktu yang
cepat (Berry dalam Tenggelamnya Indonesiaku!).
Kerusakan
hutan (deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia. Menurut
data laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang dikeluarkan oleh
Departemen Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai
1,17 juta hektar pertahun.
Bahkan
jika meniliki data yang dikeluarkan oleh State of the World’s Forests 2007
yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO),
angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta
hektar pertahun. Laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness
Book of The Record memberikan ‘gelar kehormatan’ bagi Indonesia
sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Penyebab Kerusakan Hutan
Kerusakan
yang terjadi di hutan Indonesia merupakan suatu kejadian yang sangat tiddak
menyenangkan bagi warga negara Indonesia karena hutan merupakan sumber daya
alam yang tidak ternilai karena di dalamnya terkandung keanekaragaman hayati
sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur
tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam
hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan
sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam
UUD 1945, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No
28 tahun 1985, beberapa keputusan Menteri Kehutanan dan Dirjen PHPA serta
Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumber daya hutan terus
berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat. Berikut penyebab terjadinya
kerusakan hutan:
1. Kebakaran Hutan
Penyebab kebakaran hutan
samapai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena alam atau karena
kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa
penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan
atau permasalahan sebagai berikut:
a. Sistem perladangan
tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah.
Perladangan
berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan, di mana
pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat, murah
dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya sangat
terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun (Dove,
1988). Kebakaran liar juga terjadi karena kegiatan perladangan hanya sebagai
kamuflasa dari penebang liar yang memanfaatkan jalan Hak Pengusaha Hutan
(HPH) dan berada di kawasan HPH.
b. Pembukaan hutan oeh para
pemegang Hak Pengusahaan Hutan untuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa
sawit.
Pembukaan hutan oleh pemegang
HPH dan perusahaan perkebunan untuk pengembangan tanaman industri dan
perkebunan umumnya mencakup areal yang cukup luas. Metode pembukaan lahan
dengan cara tebang habis dan pembakaran merupakan alternatif pembukaan lahan
yang paling murah, mudah dan cepat. Namun metode ini sering berakibat kebakaran
tidak hanya terbatas pada areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman
industri atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi dan
lahan lainnya.
c. Penyebab struklural, yaitu
kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan,
sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.
Penyebab
struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara para pemilik modal
industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang merasa
kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai oleh
para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif negara. Akibatnya
kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan pembakaran demi
mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara turun temurun. Disini
kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat
tidak akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.
2. Penebangan Hutan Sembarangan
Menebang
hutan sembarangan akan menyebabkan hutan menjadi gundul. Ditambah lagi
akhir-akhir ini penebangan hutan liar semakain marak terjadi.
3. Penegakan Hukum yang Lemah
Menteri
Kehutanan Republik Indonesia menyebutkan bahwa lemahnya penegakan hukum di
Indonesia telah turut memperparah kerusakan hutan Indonesia. Menurut Kaban
penegakan hukum barulah menjangkau para pelaku di lapangan saja. Biasanya
mereka hanya orang-orang upahan yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup
mereka sehari-harinya. Mereka hanya suruhan dan bukan orang yang paling
bertangggungjawab. Orang yang menyuruh mereka dan paling bertanggungjawab
sering belum disentuh hukum. Mereka biasanya mempunyai modal yang besar dan
memiliki jaringan kepada penguasa. Kejahatan seprti ini sering juga melibatkan
aparat pemerintahan yang berwenang dan seharusnya menjadi benteng pertahanan
untuk menjaga kelestarian hutan seperti polisi kehutanan dan dinas kehutanan.
Keadaan ini sering menimbukan tidak adanya koordinasi yang maksimal baik antara
kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sehingga banyak kasus yang tidak dapat
diungkap dan penegakan hukum menjadi sangat lemah.
3.2 Pengaruh Kerusakan Hutan
Terhadap Iklim Di Kota Kendari
Kerusakan
hutan yang terjadi di Indonesia telah banyak memberikan perubahan pada iklim di
beberapa daerah Indonesia, misalnya di kota kendari. Dari data yang
di peroleh, dulu tahun 1990-an, udara di kota ini terasa segar dan nyaman.
Pagi hari seluruh wilayah kota tampak diselimuti kabut dan titik-titik embun
yang menyebabkan jarak pandang tidak terlalu jauh. Bila keluar rumah waktu
pagi, sekitar pukul 05.00– 06.00 jika tidak menggunakan pakaian tebal, maka
akan menggigil dan gemetaran. Saat berbicara, dari mulut tampak keluar
kabut. Baru terasa terlepas dari rasa dingin setelah matahari sudah agak
tinggi, sekitar pukul 09.00. Rasa nyaman pada jam tersebut dirasakan hampir
sepanjang siang. Akan tetapi kini, zaman sudah berubah. Mulai pukul 09.00 suhu
udara sudah mulai panas dan baru berangsur-angsur menurun kembali setelah
matahari condong ke barat. Kondisi seperti ini mulai terasa sejak beberapa wilayah
kota ini berubah menjadi kawasan permukiman. Keadaan ini makin parah setelah
sebagian kawasan hutan bakau di bibir Teluk Kendari dibabat habis. Menurut
pakar Kehutanan dan Lingkungan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, temperatur
udara di wilayah Kota Kendari saat ini sudah meningkat dibanding dengan
suhu tahun 1990-an, sehingga tidak lagi memberi rasa nyaman bagi para
penghuninya.
Dari
perubahan tersebut, maka akhir-akhir ini rentang terjadi beberapa bencana
dantaranya:
1. Banjir dan Tanah Longsor
Selain
temperatur udara di wilayah kota mulai meningkat, juga beberapa kawasan
pemukiman penduduk sudah mulai rentan dilanda musibah banjir dan tanah longsor.
Kondisi ketidaknyamanan hidup tersebut dipicu oleh aktivitas pembukaan lahan
baru, baik sebagai permukiman, pertanian dan pertambangan, maupun aktivitas
pengolahan hasil hutan jenis kayu yang makin tidak terkendali. Menurut Prof.
Sabararuddin, pembukaan lahan baru dan perambahan kawasan hutan di wilayah
Sulawesi Tenggara, terutama di wilayah Kota Kendari, telah menyebabkan luas
kawasan hutan terus menyusut. Dampaknya, suhu udara terus meningkat karena
produksi oksigen dari kawasan hijau yang mengatur suhu udara juga terus
berkurang. Menurut Prof. Sabaruddin, Dekan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan
UHO, tingkat kerusakan hutan paling parah di wilayah Sulawesi Tenggara, terjadi
tahun 2012. Sepanjang tahun tersebut luas kawasan hutan yang mengalami
kerusakan mencapai 102 ribu hektar lebih dari total luas kawasan hutan
2,6 juta hektar lebih. Prof. Sabaruddin memastikan, jika kerusakan kawasan
hutan dan pembukaan kawasan permukiman baru di Kota Kendari terus meluas, maka
temperatur udara di kota ini akan terus meningkat. Pada saat yang sama, musibah
banjir, kekeringan, dan tanah longsor juga tidak bisa lagi dielakkan.
Perubahan iklim ekstrem maupun perlahan yang mengancam keselamatan hidup umat
manusia dan seluruh penghuni bumi akan semakin sulit dihindari. Karena itu,
semua pihak pemangku kepentingan harus ekstra hati-hati dalam memanfaatkan sumber
daya kehutanan. Dampak dari kerusakan sumber daya hutan menurut Prof.
Sabaruddin, bukan hanya bisa menimbulkan perubahan iklim melainkan juga bisa
merusak seluruh sektor kehidupan. Tanaman pertanian tidak akan mendapat
kebutuhan air yang memadai jika kawasan hutan terus dirusak. Demikian pula
dengan umat manusia, tidak akan bisa hidup sehat jika kebutuhan air bersih
tidak tersedia. Lebih-lebih jika temperatur udara sudah meningkat jauh melebihi
ambang batas suhu udara normal, maka kehidupan di kota ini akan semakin sulit.
Dalam pandangan Sabaruddin, menghadapi perubahan iklim hanya ada dua hal yang
bisa dilakukan, yakni adaptasi dan mitigasi. Adaptasi adalah upaya
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan, sedangkan mitigasi adalah
serangkaian upaya mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
3.3 Upayah Untuk Meminimalisir
terjadinya Kerusakan Hutan
Pemerintah
Indonesia melalui keputusan bersama Departemen Kehutanan dan Departemen
Perindustrian dan Perdagangan sejak tahun 2001 telah mengeluarkan larangan
ekspor kayu bulat (log) dan bahan baku serpih. Selain itu, Pemerintah
juga telah berkomitmen untuk melakukan pemberantasan illegal
logging dan juga melakukan rehabilitasi hutan melalui Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang diharapkan di tahun 2008 akan
dihutankan kembali areal seluas tiga juta hektar.
Pemerintah
sebagai penanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyatnya memiliki tanggungjawab
besar dalam upaya memikirkan dan mewujudkan terbentuknya pelestarian lingkungan
hidup. Hal-hal yang dilakukan pemerintah antara lain:
1. Peraturan-peraturan yang
dikeluarkan pemerintah dalam upaya pelestarian hutan
1) Mengeluarkan UU Pokok Agraria
No. 5 Tahun 1960 yang mengatur tentang Tata Guna Tanah.
2) Menerbitkan UU No. 23 Tahun
1997, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3) Memberlakukan Peraturan
Pemerintah RI No. 24 Tahun 1986, tentang AMDAL (Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan).
4) Pada tahun 1991, pemerintah
membentuk Badan Pengendalian Lingkungan, dengan tujuan pokoknya:
a. Menanggulangi kasus
pencemaran.
b. Mengawasi bahan berbahaya dan
beracun (B3).
c. Melakukan penilaian analisis
mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
2. Penanggulan kebakaran hutan
di Indonesia
Penanggulangan
hutan di Indonesia telah di atur dengan jelas di dalam Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-Ii/2009 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan. Adapun upaya penanggulangan yang
dimaktub tersebut antara lain:
1) Memberdayakan sejumlah posko
yang bertugas menanggulangi kebakaran hutan di semua tingkatan. Pemberdayaan
ini juga harus disertai dengan langkah pembinaan terkait tindakan apa saja yang
harus dilakukan jika kawasan hutan telah memasuki status Siaga I dan juga Siaga
II.
2) Memindahkan segala macam
sumber daya baik itu manusia, perlengkapan serta dana pada semua tingkatan
mulai dari jajaran Kementrian Kehutanan hingga instansi lain bahkan juga pihak
swasta.
3) Memantapkan koordinasi antara
sesama instansi yang saling terkait melalui dengan PUSDALKARHUTNAS dan juga di
lever daerah dengan PUSDALKARHUTDA tingkat I dan SATLAK kebakaran lahan dan
juga hutan.
4) Bekerjasama dengan pihak luar
seperti Negara lainnya dalam hal menanggulangi kebakaran hutan. Negara yang
potensial adalah Negara yang berbatasan dengan kita misalnya dengan Malaysia
berama pasukan BOMBA-nya. Atau juga dengan Australia bahkan Amerika Serikat.
3. Pemerintah mencanangkan
gerakan menanam sejuta pohon.
Gerakan
ini diharapkan dapat mengembalikan kelestarian hutan Indonesia. Dalam
pelaksanaan gerakan penanaman sejuta pohon harus ada kerja sama antara
pemerintah, swasta dan masyarakat.
BAB
IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Hutan merupakan sumberdaya
alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya terkandung keanekaragaman
hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu,
pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya.
Karena itu pemanfaatan dan perlindungannya diatur oleh Undang-undang dan
peraturan pemerintah.
2. Kebakaran dan penebangan liar
merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap sumberdaya hutan dan akhir-akhir
ini makin sering terjadi. Kebakaran dan penebangan hutan menimbulkan kerugian
yang sangat besar dan dampaknya sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di
sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih
belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara
menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran
atau dalam kawasan hutan.
3. Berbagai upaya perbaikan yang
perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan kepada masyarakat khususnya
yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kerusakan hutan, peningkatan
kemampuan aparatur pemerintah terutama dari Departemen Kehutanan, peningkatan
fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran hutan, dan penebangan liar
,pembenahan bidang hukum dan penerapan sangsi secara tegas
4. Akibat penebangan hutan,2100
mata air mengering dan akibat dari penebangan juga mengakibatkan kerusakan
sumber air (mata air) akan semakin cepat.
4.2. Saran
Bagi
para pembaca makalah karya ilmiah ini dan juga semua orang bahwa
hutan merupakan sumber kehidupan bagi manusia apabila hutan sudah tidak ada
lagi maka kehidupan manusia akan berubah dan kemiskinan akan terjadi. Maka dari
itu menjaga kelestarian hutan jangan lah dianggap mudah. Bagi para pecinta alam
,teruskanlah usaha penjagaan itu dengan sebaik-baiknya dan juga tingkatkan
kewaspadaan terhadap orang-orang yang mau merusaknya, cegah agar tidak terjadi
kerusakan di hutan kita ini. Bagi pemerintah Konsep pengelolaan hutan
secara bijaksana, harus mengembalikan fungsi hutan secara menyeluruh (fungsi
ekologis, fungsi sosial dan fungsi ekonomi) dengan lebih menekankan kepada
peran pemerintah, peran masyarakat dan peran swasta. Langkah- langkah yang
sinergi dari ke tiga komponen (pemerintah, masyarakat dan swasta) akan
mewujudkan fungsi hutan secara menyeluruh yang menciptakan pengamanan dan
pelestarian hutan.
DAFTAR
PUSTAKA
Danny, W., 2001. Interaksi
Ekologi dan Sosial Ekonomi Dengan Kebakaran di Hutan Propinsi Kalimantan Timur,
Indonesia. Paper Presentasi pada Pusdiklat Kehutanan. Bogor. 33 hal.
Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Kebakaran Hutan Menurut Fungsi
Hutan, Lima Tahun Terakhir. Direktotar Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam, Jakarta.
Dove, M.R., 1988. Sistem
Perladangan di Indonesia. Suatu studi-kasus dari Kalimantan Barat. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. 510 hal.
Soemarsono, 1997. Kebakaran
Lahan, Semak Belukar dan Hutan di Indonesia (Penyebab, Upaya dan Perspektif
Upaya di Masa Depan). Prosiding Simposium: “Dampak Kebakaran Hutan Terhadap
Sumberdaya Alam dan Lingkungan”. Tanggal 16 Desember 1997 di Yogyakarta.
hal:1-14.
Soeriaatmadja, R.E. 1997.
Dampak Kebakaran Hutan Serta Daya Tanggap Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Sumberdaya Alam Terhadapnya. Prosiding Simposium: “Dampak Kebakaran Hutan
Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan”. Tanggal 16 Desember 1997 di
Yogyakarta. hal: 36-39.
Schweithelm, J. dan D.
Glover, 1999. Penyebab dan Dampak Kebakaran. dalam Mahalnya Harga Sebuah
Bencana: Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap di Indonesia. Editor: D.
Glover & T. Jessup.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar secara bijak sesuai topik pembahasan